Lihat ke Halaman Asli

A. Dahri

Neras Suara Institute

Majelis Lucu Indonesia, The Deep Honesty Room

Diperbarui: 24 Januari 2020   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Majelislucuindonesia.com

Beberapa pekan terakhir saya bisa dikatakan hampir tiap malam melihat konten-konten MLI (majlis lucu indonesia). Konten komedi yang "bukan sekedar lucu-lucuan." MLI digawangi oleh dua "hakim": Tretan Muslim dan Choky Pardede.

Walaupun yang muncul ke permukaan jagad maya adalah kasus "penista agama" tapi agaknya ada yang terlewat dari para generasi rebahan hari ini. Bahwa untuk melucu dengan apa adanya, resikonya luar biasa besar.

Open mind adalah salah satu kampanye MLI. Mereka sadar bahwa akan banyak resiko dengan komedi yang mereka tawarkan. Yang mereka lawan bukan personal, tetapi konten, konsep, atau ide perkomedian hari ini. Utamanya di TV. 

Bahwa perlu mengejek teman, hanya untuk memancing tawa penonton. Bahwa perlu perundungan, bahkan menyiramkan air atau menjatuhkan temannya agar adegan lucunya nambah. Kelucuan-kelucuan itulah yang dikomentari oleh MLI. Dan MLI menganggap sebagai Freedom of speech. 

Sebagai penonton, saya juga punya subjektifitas untuk melihat dan mengomentari MLI. Benarkah dunia komedi hari ini hanya "begitu-begitu" saja? Agaknya tidak bisa dipukul rata juga. Ada pelawak Sukur-Buarto, ada  juga pelawak kenamaan Cak Kartolo, Kirun, Keluarga Srimulat, Sule dan lain sebagainya. 

Bahkan masih ramai digandrungi masyarakat bawah: ludruk dan ketoprak. Mereka menyajikan komedi yang lekat dengan kehidupan sehari-hari. Warkop misalnya.  

Memang tidak sesering konten you tube, tetapi masih ada perkomedian yang benar-benar serius digarap. Dan MLI "serius" ketika mengangkat platform "bukan sekedar lucu-lucuan." Karena kalau nggak serius ya tahu sendirilah, hari ini tidak sedikit yang terkena imbas drakor, jadi gampang baperan.

Tretan Muslim dan Choky Pardede agaknya sedang resah dengan itu semua. Apa-apa baper, ini-itu baper, karena tidak ada ruang yang bebas untuk meluapkan keresahannya, maka lahirlah MLI. Cie nambah aspirasi bang. "Ariyah keng polanah padeh madurennah, jek benni, paling ye le sengkah engkok se adukungah bang Muslim." Pansos bang.... pansos.

MLI adalah ruang untuk meluapkan segala keresahan dengan jujur. Dan akan menjadi bom waktu ketika kejujuran itu dilontarkan di ruang publik. ya .... untuk jujur saja, kita harus diam-diam. Katanya, katakanlah walau itu pahit dan menyakitkan? Tapi kog diperkarakan?

Kalau perihal pro dan kontra MLI, saya kira itu hal yang wajar. Apalagi mereka publik figur. Dan untuk menghindari pro dan kontra agaknya juga susah. Geraknya alami. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline