Hampir mendekati malam, seorang teman wanita datang dengan wajah lesuh.. seperti kehilangan garah hidupnya..
Bahwa saat ini dia hanya bisa menunggu waktu...dengan nada rendah aku berkata, "apa yg telah terjadi?? katakan jika ini bisa mengurangi beban mu". Akhirnya dengan isak'an tangis seorang perempuan yang tulus dan setia dia memulai ceritanya. Coba mari kita dengarkan :
>> aku pernah mengenal seorang lelaki dari seorang teman SMA, lalu komunikasi terjalin sampai akhirnya kita ada ketertarikan, sebelum pertemuan terjadi aku sudah persiapkan semuanya, mulai dari adanya diriku sampai pengharapan ku atas dirinya. Karena aku ingin menjadikan dia pria terakhir dalam hidupku.
Ketika ada kesempatan untuk berkunjung ke kota Gudeg itu, saya sempatkan untuk bertemu. Dan akhirnya kita bertemu dan menjalin Longdistance Relationship_LDR. (Karena kita beda kota Djogjakarta-Jakarta). Yang mungkin buat orang lain ini sangat cepat, dan tanpa pertimbangan. Tapi, buat kami rasa ini tidak dapat dipungkiri>>bahwa kami saling tertarik. Bukan dari fisik atau apapun yang mendasari katertarikan ini. Pertemuan ini begitu singkat. Dan sekarang kami merasa bahwa pertemuan itu seperti terjadi kemaren sebelum aku manangis(sekarang) karena dia yang sekarang BERUBAH, semenjak dia yang harus dimutasi ke kalimantan.
Telah terjadi banyak obrolan antar aku dan dia, dan KEJUJURAN sudah saya rasa hilang dan mahal, Dia tidak bisa memberikan alasan perubahan yang terjadi pada dirinya, mungkin dia takut telah menyakiti hatiku yang begitu TULUS dan SETIA (menurut penulis) menanti kahadirannya selama dua tahun ini.
Jika kita tulus, apa yang kita rasakan itu yang paling BENAR. (menurut kalian...???)
Dan aku hanya bisa menangis (bukankah wanita hanya punya air mata?? >>ini salah menurut penulis). Dan tangisan ini sudah tidak berarti bagi dia (sang pria). Karena mungkin dia sudah dekat dengan sesorang yang baru disana, yang jauh lebih baik secara fisik dan sebagainya. Dan kominikasi kita semakin tidak berkualitas dan sangat jarang terjadi. Dia (si pria) menjanjikan pertemuan berikutnya, tapi dia masih merahasiakan pertemuan kita berikutnya..
semkin aku memaksakan keinginanku pada dia, dia semakin tidak respect.
Dan akhirnya yang saya lakukan sekarang adalah...menyiapkan mental, ketika nanti BOOM itu meledak sewaktuwaktu...
Tapi, aku yakin dia masih sayang dengan aku...tapi saya tidak pernah bisa menebak dia dari sisi manapun, karena sifat nya yang 'tertutup'.
Kali ini saya hanya bisa menunggu waktu dia ungkapkan kejujuran yang dia pendam saat ini.. meski ini akan menyisakan sakit tapi aku rela jika ini yang terbaik bagi nya. Karena RASA tidak pernah bohong..(kaya' iklan mie ya... ;) )karena roda kehidupan terus berjalan, dan saya harus bangkit dan berjalan lagi..Mekipun harus memulai dari awal dan dengan orang yang baru.
Penulis :>>kupikir Menunggu Waktu akan kematian karena penyakit ganas, tapi menunggu waktu terungkapnya suatu kejujuran yang dirasa sangat MAHAL dengan resiko berakhirnya hubungan nya dengan kekasihnya.
Silakan menyikapi jika hal ini terjadi pada kalian..
Harapan Penulis : jangan hanya menilai permasalahan ini dari sisi si gadis saja, coba kita ketahui dulu apa yang sebenarnya terjadi pada pihak si pria, Baru kita bisa memetik pelajaran yang ada dalam sepenggal kisah ini.