Lihat ke Halaman Asli

Hanya Allah Yang Bisa Membuatmu Pergi Haji

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14328770852143498643

Berkeliling dan welfie di kawasan Mina seusai melontar jumroh

Siapa sih yang ga ingin menunaikan rukun Islam yang kelima?
Setiap muslim pasti menyimpan keinginan untuk beribadah haji, begitu juga dengan saya.
Kalo hal itu ditanya dengan suami, beliau selalu menjawab “Pergi haji nanti, tunggu mendekati masa pensiun saja.”
Bukannya mo menunda-nunda beribadah tapi suami saya berusaha realistis saja dengan keadaan ekonomi kami. Sumber pemasukan hanya berasal dari gaji suami. Sementara banyak kewajiban yang harus dilakukan : memberi nafkah untuk orangtua suami, membantu biaya sekolah adik bungsu saya, membayar cicilan rumah dan untuk biaya hidup, membuat pergi haji hanya sebatas mimpi dan niat saja. Jangankan untuk menabung, bisa cukup aja sudah syukur.
Baru memasang niat saja, Allah sudah memberikan jalan. Tetangga saya mau menjual tanahnya untuk menambahi ongkos pergi hajinya. Mendengar berita ini, saya langsung membujuk suami untuk membeli tanah tersebut. Suami bertanya, “Mo beli tanah itu pake apa? Pake daun?”
Saya mengajak suami untuk melihat lokasi tanah itu dan hasilnya, suami tambah keberatan. “Itu bukan jual tanah tapi jual hutan,”komentar suami melihat banyaknya pepohonan. Karena saya tipikal orangnya ngotot kalo ada kepengenan, saya terus melancarkan bujuk rayu ke suami agar mau membeli tanah itu. Dananya meminjam dari bank dengan mengajukan top up KPR dan memperpanjang jangka waktu cicilannya menjadi 15 tahun.
Suami akhirnya ngalah dan menuruti keinginan saya. Tanah itu berhasil kami beli. Sisa uang pinjaman dari bank dipergunakan untuk membuat sertifikat dan membersihkan tanah dari pepohonan dan semak belukar. Sebulan setelah sertifikat tanah keluar, suami mengusulkan agar tanah itu dijual saja. Soalnya berat membayar cicilannya. Kali ini saya ngikut sarannya.Dari hasil penjualan tanah tersebut, kami dapat keuntungan yang lumayan. Nah, dengan adanya keuntungan itu, suami mengajak umroh.

[caption id="attachment_421138" align="aligncenter" width="300" caption="Namanya juga kamera minjam dari adik jadi kurang lihai untuk mengoperasikannya. Walhasil foto-foto selama di asrama haji hasilnya kurang memuaskan. Seandainya waktu itu sudah ada hp android andromaxc3s, ga perlu ribet cuma tinggal klik. Fotonya keren"]

1432880819524756297

[/caption]


Cuma tetangga saya menyarankan agar uang itu digunakan untuk mendaftar haji saja.  Setelah melalui diskusi dan meminta petunjuk Allah, akhirnya saya dan suami mendaftar haji di bulan September 2009. Berdasarkan nomor kursinya diperkirakan kami berangkat tahun 2013. Itu berarti ada waktu empat tahun untuk menyiapkan diri dan menabung biaya pelunasannya dan printilannya.
Biaya printilannya itu mencakup keinginan kami sebelum berangkat atau sepulang haji mengadakan selamatan kecil-kecilan sekalian mengkhitankan si sulung, ingin memberikan wakaf Al-Quran yang diatas namakan kedua orang tua saya dan papa mertua yang sudah almarhum di Masjidil Haram atau Nabawi. Karena ini haji yang pertama, kami merencanakan untuk bergabung di KBIH biar mempermudah ibadah haji. Sedikit demi sedikit kami menyisikan uang gaji untuk ditabung dalam bentuk emas.
Tahun 2011, sodara bermaksud meminjam emas simpanan haji untuk menambah modal usahanya. Karena berangkatnya masih dua tahun lagi, atas seijin suami, saya meminjamkan emas simpanan yang totalnya 40 gram. Tak berapa lama kemudian, giliran sodara suami yang meminjam uang. Janjinya pinjaman itu akan dibayar setelah dia mendapat uang arisan enam bulan lagi.
Ketika waktu yang dijanjikan tiba, sodara suami tidak mampu membayar uang yang dipinjamnya. Uang arisan yang sedianya untuk melunasi hutang dipakai untuk menyambung hidup. Soalnya suaminya kena PHK.
Sementara itu sodara saya juga mengulur-ulur waktu saat ditagih hutangnya. Ketika waktu pelunasan BPIH dibuka, saya meminta agar pinjaman emas itu dikembalikan. Agar bisa dijual untuk melunasi ongkos haji. Sambil menangis, sodara saya itu meminta maaf karena tidak bisa mengembalikan pinjamannya. Usahanya bangkrut akibat ditipu teman. Mendengar itu saya ikutan menangis. Impian untuk berangkat haji yang sudah dekat dipelupuk mata harus sirna. Marah, sedih dan kecewa bercampur aduk.

[caption id="attachment_421141" align="aligncenter" width="300" caption="Dalam bis menuju ke Bir Ali untuk mengambil Miqat Haji dan Umroh"]

1432881237244346323

[/caption]


Dengan takut-takut, saya mengabari suami perihal itu. Jujur, saya takuttt suami marah. Tapi ketakutan saya itu tidak terbukti, suami saya menanggapinya dengan santai, “Mungkin dosa kita masih banyak sehingga kita belum pantas menjadi tamu Allah tahun ini. Mudah-mudahan tahun 2014 kita bisa berangkat.”
Ucapan suami itu menohok hati, karena sibuk memikirkan kapan emas yang dipinjam dikembalikan, saya jadi lupa memantaskan diri untuk menjadi tamu Allah. Melalaikan dosa-dosa dimasa silam. Saya pun memperbanyak mengucap istigfar, sholawat nabi dan Subhanallah Wa bi Hamdihi sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Ustad Yusuf Mansur.

Menurut Ustad Yusuf Mansur dalam salah satu ceramahnya, pergi haji itu bukan perkara ada atau tidak ada uang. Hanya Allah yang bisa membuat kita bisa berhaji dengan berbagai jalan. Banyak yang punya harta berlimpah tapi tak kunjung diberi kesempatan untuk menginjakkan kakinya ke tanah suci. pun sebaliknya, yang miskin papah banyak yang bisa menunaikan ibadah haji tanpa perlu mengeluarkan uang. Semua tergantung dari pantas atau tidaknya kita untuk bisa menjadi tamu Allah.

[caption id="attachment_421143" align="aligncenter" width="300" caption="Masih di Kawasan Mina"]

1432881587353576021

[/caption]

Dua minggu menjelang akhir masa pelunasan BPIH, saya ditelpon oleh penyewa rumah, dia ingin memperpanjang sewa. Padahal sebulan sebelumnya dia mengabari tidak akan memperpanjang karena skripsinya sudah hampir selesai. Karena ngikut suami yang ditugaskan ke Baturaja maka rumah kami sewakan. Saya bilang, “Kalo mau memperpanjang, bisa ga uang sewanya dibayarkan besok?”  Dan dia menyanggupinya.
Uang sewa rumah ditambah dengan menjual kalung dan cincin yang saya pakai dan seluruh tabungan suami, ternyata bisa mencukupi untuk melunasi BPIH dan biaya bimbingan haji. “Yakin, ibu ga nyesel jual kalung sama cincinnya?”tanya suami. Saya mengangguk mantap. Kalo ada rejeki, kapan saja bisa beli perhiasan. Sementara kesempatan pergi haji tidak bisa datang kapan saja. Harus mengantri lama.

Setelah BPIH dilunasi, saya mendapat telepon dari pengurus KBIH bahwa ada pemotongan kuota haji dan diperkirakan saya dan suami termasuk yang kena potong itu. Ada sedikit kecewa yang menelusup dihati. Sudah pontang-panting melunasi BPIH, eh..diperkirakan gagal berangkat. Di titik ini saya baru bisa menghayati sepenuh hati nasehat Ustad Yusuf mansur yang mengatakan  HANYA ALLAH YANG BISA MEMBUAT SESEORANG PERGI HAJI. Sudah melunasi BPIH, badan dalam kondisi sehat tapi kalau Allah belum memberi kesempatan maka ada saja cara untuk gagal berangkat.

Saya menganggap ini sebagai bentuk kasih sayang Allah untuk menegur saya dan suami agar kami memperbanyak taubat dan ibadah sehingga dianggap layak untuk menjadi tamu Allah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline