Lihat ke Halaman Asli

Bersama Pak Menteri [Part 1]

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Andai saja pagi itu saya ada di Afghanistan ikut berjuang dengan Syekh Osama bin Laden, mungkin saya tidak akan termenung di pos jaga Lawang Sewu ini. Sialnya tidak, sehingga itu saya hanya bisa duduk di sebuah kursi rotan di bawah pohon mangga yang sedang berbuah ranum dengan membolak-balik foto hasil jepretan saya tadi.

Sehingga pagi itu saya bisa mendapati seorang pengemudi becak sedang indehoy di becaknya. Duduk atau tiduran di kendaraan penghasil emas baginya, di depan gerbang Gedung Lawang Sewu. Sehingga hari itu, saya bisa mendekati seorang pengemudi becak itu dan berbicara dengannya, dan menawarkannya agar mau bercapek ria mengayuh becaknya dengan saya diatasnya. Dan terbersit saya punya pikiran, jangan-jangan orang ini adalah intel yang sedang menyamar untuk memata-matai mahasiswa-mahasiswa KAMMI yang sedang demo. Sehingga kalau justru saya malah menghardiknya karena menghalangi jalan masuk dan mengganggu saya sedang lihat akhwat-akhwat KAMMI, maka besok-besok hari ketika saya ditangkap intel dia tidak akan membantu melepaskan saya. Justru malah yang paling sadis menyiksa saya.

Tapi, bukan karena itu yang membuat saya menawarinya uang atas keikhlasannya membiarkan saya yang duduk disitu dan dia mengayuh di belakang. Karena saya tidak peduli saya akan ditangkap intel atau tidak. Seingat saya, saya ini adalah orang baik-baik. Manis, ramah, bersosialisasi dengan tetangga dan begitu hangat menyenangkan terhadap sesama. Lain halnya dengan kawan-kawan saya seperti Tupai, Bahcuy, Pepi, Japra, Mang Umen, Chireng, Dudung, Dimas, Tio Asoy, dll. Mereka pemuda-pemuda yang nakal. Yang kemungkinan esok atau lusa bakal segera dirumahprodeokan. Hahaha…

Saya ajak bicara Bapak yang entah siapa namanya itu, yang katanya kelahiran tahun 40-an, yang katanya asli dari Kudus, yang katanya pernah merantau ke Jakarta pada saat Ibu Tien membangun TMII, yang katanya dulu kerja di gudang-gudang tentara dan berlimpah uang karenanya, yang katanya punya anak perempuan ayng menjadi guru SD, yang katanya dilarang anaknya pakai baju Korpri pas sedang menarik becak, yang katanya tahu makanan yang hala dan haram di seantero Semarang, yang katanya bisa mengantar saya ke tempat esek-esek kalau saya mau, yang kegirangan setelah saya minta dia mengantar saya pulang ke hotel tapi sebelumnya mampir ke Toko Bandeng Juwana utnuk mengambil pesanan. Serta merta Bapak pengemudi becak pun mempersilahkan saya menikmati ranjangnya di malam hari itu.

“Pak, kalau ada PM Tanya, tolong bilang saya sudah tidak ada di Semarang, ya!” kata saya pada penjaga Gedung Lawang Sewu yang kebetulan sedang berjalan ke arah pintu gerbang.

“Polisi Militer? Lha, Mas ini tentara juga ya?” tanya Bapak penjaga yang memang pensiunan Korps Kavaleri. Itu saya lihat dari tato Yon Kav di lengan kanannya.

“Pokoknya bilang begitu saja, pak!”

“Mang kenapa, Mas? Ada masalah apa?”

“Dulu saya sempat menginap lama di sel kantor PM tapi lupa belum bayar billing kamarnya”

“Maksudnya?”

“Saya lagi tidak punya uang Pak. Jadi saya dulu izin menumpang hidup di sel PM. Tapi setelah puas, saya lupa bayar ke PM”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline