Lihat ke Halaman Asli

Tagar #KinerjaAhok Jadi Trending Topic

Diperbarui: 6 Agustus 2016   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BERAGAM kritik tajam yang dilontarkan oleh para Haters terhadap sosok dan kinerja Basuki Tjahaja Purnawa (Ahok) dalam memimpin DKI Jakarta nyatanya tidak mengoyahkan dapat kepercayaan publik.

Hal itu tampak dari terus menguatnya tagar #KinerjaAhok dalam langgam politik digital Indonesia. Artinya, gejala ini semakin mengonfirmasi bahwa netizen dan publik tetap menilai Ahok layak melanjutkan memimpin DKI Jakarta. Salah satu penyebab utama besarnya antensi publik karena pemerintahan Ahok tetap konsisten menerapkan  “kultur kerja” meskipun kontestasi politik lokal kian mendekat.

Dalam leksikon ilmu politik kultur kerja Ahok mengingatkan kita, pada Maurice Maeterlinck. Nobelis sastra (1911) asal Belgia yang menulis buku legendaris, The Life of the Bee (1954) yang menjelaskan kultur kerja Ahok mirip kultur kerja lebah. Kultur inilah yang menegaskan bila Ahok memiliki karakteristik yang khas.

Sebab, bagi Ahok, kerja pastilah bukanlah hal yang menakutkan, sehingga tidak salah jika falsafah hidupnya adalah “kerja adalah bagian dari hidup saya”. Dengan perspektif seperti itu, Ahok ingin menunjukkan karakter pemerintahan yang mengedepankan kultur kerja sekaligus ikon dari figur Ahok.

Mafhum diketahui bahwa kultur kerja yang dibangun oleh Ahok tidak bertitik berat pada rasio, kepandaian akal atau kecerdasan retorika semata, tapi lebih dari itu merupakan karakter yang ingin mengedepankan kepekaan (afek) dan pengalaman kerja ditengah rakyat.

Kepekaan inilah yang menjadi fundamental utama bagi upaya menghadirkan kabinet kerja yang mau mendengar dan tentunya menampung suara rakyat. Dikarenakan, aspek ini merupakan bagian terpenting aktivasi dari energi dasar politik demokrasi—yang dapat menentukan orientasi utama kemana arah bangsa akan berkiblat.

Apalagi, hingga saat ini pemerintahan Ahok masih memiliki tugas berat yang sangat fundamental yakni memberangus birokrasi patrimonial yang telah memiliki akar antropologis cukup kuat di Indonesia (James C. Scott, 1972).

Praktik birokrasi patrimonial dikhawatirkan dapat mendorong fenomena corruption by system (korupsi karena dipaksa) sehingga menyebabkan terlembaganya birokrasi korup. Oleh karena itu, yang diperlukan saat ini adalah langkah taktis yang simultan, sistematis, dan berkesinambungan guna mereformasi kinerja kabinet kerja.

Salah satu langkah taktis tersebut yakni membangun gerakan kultural di tingkat jajaran aparatus birokrasi DKI Jakarta dengan gerakan revolusi mental. Bahkan, akhir-akhir ini Ahok tidak pandang bulu menerapkan gerakan Revolusi Mental, termasuk perihal penjualan tanah kuburan oleh mafia tanah.

Langkah taktis ini sejatinya dapat merupakan bagian dari gerakan revolusi mental sekaligus wujud gerakan hidup baru.  Yang ditujukan untuk mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku manusia. Sebab, orientasi dari gerakan revolusi mental adalah mengajak segenap warga negara Indonesia mengedepankan integritas, kerja keras, gotong royong serta memberangus habitus korupsi suap.

Pada akhirnya, tagar #KinerjaAhok dapat menjadi simbol dari gerakan revolusi mental yang tidak hanya berhenti pada perubahan pola pikir dan sikap kejiwaan saja. Tapi dapat mendorong perubahan karakter yang menyatukan antara pikiran, sikap, dan tindakan sehingga membentuk habitus nilai-nilai keteladanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline