Mendung menggelayut di langit Kota Bogor. Angkot-angkot berbaju hijau berlalu lalang mencari penumpang. Seakan terhentak, sebuah kitab Tarikh Khulafa’ yang tergeletak pun tersingkap. Mata tertuju, angan pun menerawang ke langit satu;
Al-Bazzar dalam Musnadnya dari Ali bin Abi Thalib berkata, “Beritahukan kepadaku, siapa manusia yang paling berani?”
Mereka berkata, “Tak ada, kecuali engkau sendiri!”
Ali berkata, “Adapun saya, setiap saya mengajak duel maka saya melakukannya dengan hati-hati, namun bukan itu maksudku. Beritahukan kepadaku siapa orang yang paling berani!” lanjutnya.
Maka para shahabat pun berkata, “Kami tidak tahu, lalu siapakah dia?”
Ali pun berkata lantang, “ Dia adalah Abu Bakar. Sesungguhnya tatkala peristiwa Badar, kami membikin bangsal berteduh untuk Rasulullah. Kami kemudian berkata, ‘Siapakah yang akan tinggal bersama Rasulullah agar tidak ada seorang pun yang mendekatinya?’. Maka demi Allah, saat itu tidak ada seorangpun yang mendekat dari kami kecuali Abu Bakar dengan menghunus pedangnya di atas kepala Rasulullah. Dimana, tidak ada satu orang pun musuh yang mendekati Rasulullah kecuali Abu Bakar akan mendekatinya. Dengan demikian. Dia adalah manusia paling berani,” tutupnya.
Saat ini Baginda Rasullah telah tiada. Manusia teragung kekasih Allah, suri tauladan seluruh umat manusia telah berpulang jauh sebelum kita dilahirkan. Namun, kecintaan beliau terhadap ummatnya tak kan pernah ada yang menandingi bahkan dari seluruh makhluk penjuru bumi, “Ummati, ummati”, suara beliau begitu lembut mengkhawatirkan kita ummatnya di hari dimana beliau akan berjumpa dengan Rabbnya, Rabb kita juga.
Lalu, sudahkah kita mencintai beliau sebagaimana Abu Bakar yang selalu setia menemani beliau dalam hijrahnya? Sebagaimana Ali yang menggantikan tidur beliau? Sebagaimana Umar, Bilal, dan para shahabat lainnya?
Sungguh. Jauh, jauh sekali. Kita hanyalah ummat akhir jaman yang mengaku mencintainya tapi masih sering melalaikan perintahnya. Kita ummat akhir jaman yang mengaku mengikutinya tapi sering tidak menjalankan apa yang telah beliau contohkan. Kita ummat akhir jaman yang mengaku rela mengorbankan apa saja tapi diam seribu bahasa saat kekasih Allah Rasulullah dihinakan.
Di mana, di mana cinta kita itu berada? Padahal, kita tidaklah harus melindungi beliau sebagaimana para shahabat pada saat perang Badar apatah lagi perang Uhud! Lalu, di mana cinta itu berada?
Sungguh masih adakah cinta itu dihati kita? Bila kita masih berdiam diri terhadap orang-orang keji laknatullah penghina kekasih Allah!? Masih adakah cinta itu?
Menjelang Aksi di Tugu Kujang, 16 September 2012
Gambar bersumber dari detik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H