Lihat ke Halaman Asli

Letter of Credit (L/C), Berkah atau Musibah?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia pada 1 April 2015 mendatang telah mencanangkan bahwa akan mewajibkan Letter of Credit pada semua produk ekspor, komoditi dan sumber daya alam, mineral batubara, CPO beserta produk turunannya. Pemerintah disini mengharapkan bahwa dengan adanya kebijakan ini nantinya dapat diketahui berapa jumlah ekspor dan harga yang ada dengan cara mewajibkan LC harus masuk dalam devisa perbankan. Selain itu, dengan adanya LC tersebut diharapkan dapat memberikan rasa aman dalam bertransaksi serta kepastian order dan kepastian bagi pelaku usaha hasil ekspor.

Ibarat dua sisi mata pisau, suatu kebijakan pasti ada sudut pro dan kontra. Kebijakan ini lantas menimbulkan reaksi kontra dari pelaku usaha dan asosiasiIndustri pertambangan, timah, dan CPO karena mendapat giliran pertama wajib L/C. Mereka berpendapat bahwa pemerintah tidak adil karena tidak memberlakukannya langsung pada seluruh sektor, tetapi justru memilih industri tertentu yang tingkat ekspornya cukup tinggi.

Ekspektasi Pemerintah

Sejatinya pemerintah telah meninjau dengan baik mengapa kebijakan LC ini harus diterapkan, yaitu sebagaimana diketahui tentang masih rendahnya kondisi valas di Indonesia. Jadi dengan kewajiban LC ini diharapkan dapat menjadi salah satu jalan guna memperbaiki likuiditas valas di Indonesia. Skema dari kebijakan ini yaitu bahwa L/C  sebagai instrumen yang diterbitkan oleh sebuah bank atas nama importir untuk membayar eksportir merupakan metode pembayaran yang dirasa paling aman, lalu dengan dijaminnya keamanan oleh L/C ini maka akan semakin menarik minat dari para eksportir yang akhirnya berujung pada peningkatan valuta asing.

Faktor yang juga menjadi pertimbangan mengapa pemerintah melakukan kewajiban L/C  adalah bahwa selama ini nilai dan volume ekspor Indonesia cukup besar, akan tetapi belum adanya ketentuan wajib pencatatan ekspor yang tertib termasuk melalui L/C membuat banyak devisa ekspor yang tak masuk ke dalam negeri, namun ke perbankan di luar negeri. Maka dari itu pemerintah sudah merencanakan secara masak akan pelaksanaan kewajiaban L/C.

Peran Bank dalam Letter of Credit

Sebagai lembaga yang akan turut andil dalam pelaksanaan kewajiban LC, bank dituntut memiliki kinerja yang baik. Misalkan saja para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan. Jadi suatu sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup, melainkan masih diperlukan adanya sikap dari para petugas bank.

Bank juga selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah. Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank juga harus memuaskan bagi nasabah. Tentunya juga diperlukan sinergi yang berkesinambungan dari pemerintah atau sebagai pelaksana termasuk bank sentral serta peranan para pengusaha.

Dari uraian-uraian diatas maka penulis simpulkan bahwa nantinya dengan adanya penerapan kewajiban terhadap Kebijakan LC ini akan merangsang pasar valas di Indonesia. Adanya sisi pro maupun kontra merupakan hal yang lazim terjadi pada saat penetuan sebuah kebijakan. Semoga dengan adanya L/C ini akan membuat devisa ekspor tidak larri ke perbankan luar negeri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline