Lihat ke Halaman Asli

Pedagang Buah Pasar Palmerah Merana

Diperbarui: 23 Februari 2017   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret pedagang buah di pasar Palmerah (22/2) mala

Pedagang buah pinggir jalan pasar Palmerah mengeluh, dagangan mereka di musim penghujan ini kurang laris atau tidak seperti biasanya. Jika setiap hari omset mereka bisa mencapai dua ratus ribu rupiah, kini mereka harus gigit jari. Musim hujan dan cuaca yang tidak menentu berimbas pada kurangnya minat orang untuk membeli buah.

Malam itu, Rabu 22 Februari sambil berbelanja, saya mencoba mengorek informasi dari seorang pedagang buah di pinggir jalan Palmerah. Omset yang dia peroleh selama dua hari belakangan sangat menurun, hampir hampir tidak ada pemasukan sama sekali. Meski demikian, dia harus terus berusaha dengan tekun kalau saja ada yang mau membeli.

Dia mulai berjualan di sore hari sampai sekitar pukul 23.00 malam. Keluhannya kini bukan barang dagangannya yang kurang laku tetapi kerab di pindah paksa oleh petugas satpol PP.  Mereka yang sudah berjualan bertahun tahun di tempat itu kini sering dirazia, sehingga penjual buah di pinggir jalan ini sudah merasa mulai kurang nyaman. 

Mereka sendiri taunya hanya menyewa lapak dan berjualan, tidak mau tau berjualan di atas trotoar atau dipinggir jalan, yang penting bagi mereka yakni barang dagangannya harus bisa terjual. Para penjual buah ini kerab di tuduh sebagi biang kemacetan, padahal kemacetan itu diakibatkan oleh banyak hal.

Selain karena pasar buah, kemacetan juga diakibatkan oleh angkot yang sering berhenti sembarangan. Meski demikian, para pedagang ini berharap agar jika dilakukan relokasi, ya harus ada tempat yang lebih baik dan tidak perlu terlalu jauh dari tempat semula. Laku atau tidak, mereka harus terus menghidupi diri sendiri dan keluarga mereka.

Cara terbaik agar bisa terjual, yakni dengan menurukan harga setiap kilogramnya. Misalnya jeruk yang biasanya di jual per kilogram Rp.20 ribu rupiah, harus dijual dengan harga yang miring yakni bisa turun sampai Rp.15 ribu, ini dilakukan agar bisa kembali modal meski tidak mendapat keuntungan. 

Seperti yang saya katakan bahwa tuntutan untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga harus terus berjalan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline