Awan siang itu ikut sendu menyaksikan drama kehidupan seorang anak manusia yang sekecil itu sudah diuji oleh Tuhannya. diuji untuk mengarungi kehidupan yang penat, keras dan kasar ini. Dia diajarkan oleh Tuhannya untuk mengarungi hidup ini dengan satu sayap,
ia tertatih-tatih, ia terseok-seok, namun ia belum banyak tahu akan hidup ini, ditengah perih sedih hatinya karena ditinggal oleh ayah tercinta, ayah yang selama ini menjadi tempat untuk mengadu., menjadi tempat untuk menumpahkan segala suka dan penatnya hidup ini. ayah terkasih itu kini telah pergi, iya...................terlah pergi. meniggalkan Aisyah mungkil, meniggalkan seribu kisah akan kasih sayang, meninggalkan seribu pilu yang tehujam dalam rasa.
kini Aisyah kecil menyusuri kerasnya hidup ini dengan kesendirian, terbang keangkasa luas ini dengan satu sayap.
tubuh mungilnya, muka lusuhnya, rambut yang tidak beraturan tertimpa angin dan debu berserakan. tidak ada lagi ayah tempat mengadu, dia sadar satu sayapnya yang masih ada juga butuh perhastian darinya, iya..................dia adalah ibunya, aisyah kecil tidak ingin merepotkan dan menyusahkan satu sayap berharga itu, ia ingin merawat satu sayap indah itu untuk menemaninya melewati hari-hari penat ini, hari-hari penuh derita ini.
Aisyah mungil memanggilmu,
Aisyah mungil membisikkan sekeping perhatian darimu
Aisyah mungil tersenyum tipis, memanggil tanpa kata
catatan, PERMATA KHADIJAH/ https://permatakhadijah.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H