Lihat ke Halaman Asli

Kenangan Bersama GBLT di Australia

Diperbarui: 19 Februari 2016   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Di Australia, jadi gay bukan lagi hal yang dianggap aib. Mereka sudah diterima sebagai bagian integral dari masyarakat. Orientasi sexual mereka bukanlah hambatan bagi mereka untuk tetap berfungsi dimasyarakat sebagai warga negara yang baik.

Ada lesbian yang jadi politician dan sering tampil di TV dalam berbagai acara dan dia tak perlu menutupi kenyataan bahwa dia lesbian. Waktu dia punya anak dengan pasangannya (yang juga perempuan tentunya) pun waktu muncul di TV, anchor nya memberikan selamat atas kelahiran bayinya. Dan audience tepuk tangan. So taouching, and humbling.

Begitupun kaum gay, ada yang menjabat sebagai high court jugde, dan keputusannya terkait kasus Edi Mabo jadi epic decision yang mengubah pandangan khalayak Australia tentang orang Aborigines dan hukum hak tanah mereka. Keputusan dia merubah pandangan bahwa Australia adalah “terra nulius” (tanah tak bertuan) sebelum kedatangan orang kulit puth di benua ini. Ada pula senator dari partai hijau yang leverage dan bargaining powernya banyak mempengaruhi kebijakan kebijakan yang dikeluarkan oleh dua partai besar Australia baik Labor maupun Coalition (Liberal).

Saya sendiri pun pernah kerja di boutique company berkiprah di urban development/environmental consultant dimana bossnya adalah seorang lesbian dan staff ahlinya adalah pasangannya. Mereka berdua sama sama punya PhD. Boss tsb juga ngajar di universitas nomor satu di WA. 

Terus business development managernya pun seorang gay, dari German. Kelihatannya blesteran karena dia kulitnya gak putih banget. Namanya Schwarz dan gantengnya amit amit dech. Ada yang bikin gak enak dengan blesteran German ini, dia tampil sebagai lelaki perkasa tapi kalau ngomong kadang kelihatan gay nya. Dan kalau pagi dia masuk kantor pasti menyapa kami dengan “Good morning girls”. Guten morgen heerrrr Schwarz, jawab saya suatu pagi. You speak german? Nine!

Terus terang saya gak seneng disapa dengan “girl”. It sounds so patronising. Suatu pagi saya bilang ke kolega saya bahwa saya tak suka cara dia menyapa. Kenapa, tanya teman kerja, Because I am not a girl anymore, I have lost my hymen a long time a go! Teman saya pun malah ngakak gak habis habis. Your choice of word is so archaic… who cares about hymen these days? (Indonesian men of course jawab saya dalam hati).

Karena dia ngakak sehabis disapa maka si ganteng Schwarz balik lagi, heei what so funny here. Teman kerja malah tokleh menceritakan keberatan saya dengan cara dia menyapa. Mereka kan pun ngakak, meskipun saya rasanya kemranyas. So, how did you lose you hymen Di? dia tanya dengan gaya ganjen. Errrh...from horse riding actually! Jawab saya sekenanya. Mereka pun tambah riuh ketawanya. Tapi habis itu ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Ah jangan jangan dia kesindir ya karena kalau orang gay kegiatannya pasti gak jauh jauh dari horse riding. Sehabis kejadian itu dia menyapa dengan good morning everyone atau good morning all.

Ah itu cuma secuil kisah interaction saya dengan GBLT. Sudah lama saya tinggalkan perusahaan nan kece tersebut.

Orang gay benar benar bukan masalah di Australia, yang jadi masalah adalah ketika mereka mulai encroaching terhadap istitusi yang sudah lama jadi lembaga ideal nya orang orang striaght. Contohnya gay marriage, yang sampai saat ini Australian community masih terpecah pendapat tentang melegalkan perkawinan sejenis. Dalam hal ini mereka belum keluar dari belukar.

Salam, 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline