Lihat ke Halaman Asli

Revolusi Mental: Dukung UU Pembuktian Terbalik!

Diperbarui: 6 Juni 2016   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi hukum. Sumber: ylbhu.org

Revolusi mental akan sulit dilakukan selama faktor pemicu kebobrokan mental ini tidak dikendalikan. Faktor pemicunya adalah pembiaran terhadap mereka-mereka yang jahat tetapi bisa menyamar sebagai orang baik-baik, menjadi dermawan, bahkan menjadi pejabat negara.

Permintaan rakyat agar pemerintah dan DPR mau membuat UU Pembuktian Terbalik tidak pernah direspon, padahal DPR merasa mewakili suara rakyat. 

Tetapi kalau hal-hal yang bisa menguntungkan DPR, maka cepat-cepat mau dibuat/direvisinya, walaupun akan merugikan rakyat, misal: keinginan untuk merevisi UU KPK, keinginan untuk memperbaiki UU Pilkada, keinginan memperbaiki UU tentang susunan dan kedudukan lembaga legislatif, dll.

Karena itu, kalau kita hanya menunggu pemerintah dan DPR mau membuat UU Pembuktian Terbalik, maka ibarat menunggu petir di siang bolong (mustahil sekali). Untuk itu sebagaimana yang sudah saya sampaikan pada artikel sebelumnya, maka pada kesempatan ini akan saya sajikan hasilnya.

Garis Besar Konsep Pemikiran UU Pembuktian Terbalik

Pembuatan Konsep Pemikiran UU Pembuktian Terbalik ini terinspirasi dari RUU Tax Amnesty. Intinya para pelaku tindak kejahatan ini kalau mau menyerahkan kembali hasil kekayaan yang diperolehnya dari tindak kejahatan, maka akan dimaafkan semua kesalahannya tersebut. 

Mengapa ? Karena kita menyadari bahwa orang-orang yang terlibat itu sebenarnya ada di sekitar kita. Mungkin anak-anak kita, mungkin orang tua kita, mungkin suami/istri kita, mungkin saudara kita, mungkin kerabat kita, mungkin tetangga kita, atau mungkin diri kita sendiri. 

Bisa dipastikan, nanti kalau yang terancam hukuman pidana itu satu orang di antaranya, maka dikhawatirkan kita akan menjadi manusia yang munafik pula, yaitu: “Silahkan orang lain boleh dipenjara, tetapi keluargaku jangan!” Akibatnya, kita justru semakin terjebak pada perbuatan-perbuatan yang tercela.

Namun, kita juga harus menyadari dan menyadarkan semua orang, bahwa mencari kekayaan dengan cara-cara yang jahat itu tidak bisa dibenarkan sampai kapanpun. Dan ini akan menjadi beban dosa kita semua, karena kita telah “melecehkan Tuhan YME”. 

Di luar sana, kita teriak-teriak anti korupsi, anti perbuatan jahat, tetapi Tuhan melihat kita bahwa ternyata kita sendiri termasuk salah satu dari penjahat tersebut. Karena itulah, kondisi seperti ini yang harus kita selamatkan!

Proses pembuktian terbaliknya pun diupayakan bisa benar-benar netral. Tidak jeruk makan jeruk. Juga tidak bisa terjadi pemerasan oleh penyidik terhadap para terduganya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline