Lihat ke Halaman Asli

(Breaking News) Batal, Pemblokiran Situs Islam

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian komunikasi dan informatika (Kemkominfo) memblokir 22 situs berita Islam Indonesia, Senin (30/3). Lantaran, dianggap menyebarkan luaskan paham radikalisme di tanah air.

Namun, akhirnya dibuka kembali setelah beberapa perwakilan pimpinan media Islam mendatangi kantor yang dipimpin Rudi Antara, Selasa (31/3).

Mahladi, juru bicara media-media Islam mengatakan apa yang dituduh BNPT terhadap 22 media Islam tersebut tidaklah benar.

“Tuduhan BNPT ke kami sebagai pendukung ISIS itu tidak benar. Silakan dicek, tidak ada konten kami yang mengajak masyarakat bergabung dengan ISIS. Justru kami menampilkan konten-konten yang mengkritisi ISIS,” terang Mahladi kepada wartawan di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa, pagi.

Mahladi juga mempertanyakan mekanisme pemblokiran yang dinilai janggal.

“Oleh BNPT dan Kemenkominfo kami tidak diberitahu tentang pemblokiran. Tiba-tiba sudah diblokir. Info soal pemblokiran itu justru kami peroleh dari jalur informal atau melalu media sosial,” ungkap Mahladi yang juda Pemimpin Redaksi Hidayatullah.com.

Ikhwal pemblokiran puluhan situs media Islam oleh (Kemenkoinfo berawal dari permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Penolakan kuat muncul dari para netizen, hastag #KembalikanMediaIslam yang menjadi simbol gerakan perlawan netizen menjadi trending topik di media social. Hastag #RIPOlgaSyahputra yang sempat menduduki puncak trending topic selama dua hari sebelumnya, pun tergeser. Kemenkominfo sendiri tidak menjelaskan alasan pemblokiran, hanya saja disebutkan bahwa menurut BNPT pemblokiran 22 situs karena diduga mengajarkan gerakan radikal. Baru-baru ini BNPT memang tengah menyoroti penyebaran radikalisime melalui medsos, khususnya paham ISIS.

Penutupan tiba-tiba tanpa penjelasan itu tak urung menimbulkan kegaduhan di dunia maya. Pasalnya, media-media Islam yang masuk daftar list pemblokiran, menurut mereka tidak semuanya  mengkampanyekan radikalisme, bahkan diantaranya juga menentang dan tidak setuju dengan paham  ISIS. Langkah pemerintah yang terkesan semena-mena itu disayangkan banyak pihak.

Kementerian Agama RI Lukman Hakim Saefudin mengaku tidak diberi tahu mengapa beberapa media Islam diblokir. Lukman mencoba konfirmasi ke Menkominfo untuk menanyakan perihal pemblokiran tersebut. Namun sayang pada saat dihubungi olehnya, Menkominfo sudah memutus sambungan teleponnya karena harus segera menaiki pesawat. Lukman berharap BNPT segera menjelaskan kepada masyarakat agar dapat mengetahui duduk perkara secara terang benderang. Misalnya apa saja definisi dan batasan ‘radikal’ yang dimaksud BNPT ataupun Pemerintah. “Penjelasan resmi dari BNPT diperlukan agar masyarakat mengetahui definisi dan batasan ‘radikal’ itu seperti apa,” harap Lukman.

Pengamat media, Agus Sudibyo, menyatakan munculnya tanda pagar #KembalikanMediaIslam merupakan bentuk perlawanan secara spontan dari para pendukung. Kondisi ini tentu tak menguntungkan bagi pemerintah. Langkah regulator untuk menghapuskan paham radikal justru berbuah sebaliknya. “Itu artinya mereka justru menuai simpati.”

Pria yang juga mantan Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers ini mengatakan bahwa pemblokiran sebuah situs tak bisa dilakukan dengan sembrono. Pemerintah harus mempunyai parameter yang jelas tentang sebutan situs dengan faham radikalisme. Hal itu perlu dilakukan agar pemerintah tak dianggap menyalahgunakan kekuasaan. Menurut Agus, ada cara lain yang lebih elegan dalam menyelesaikan permasalahan ini, yaitu dengan membawanya ke ranah hukum. Instrumennya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan begitu, langkah pemerintah dinilai akan berdasar hukum lebih kuat. Selain itu, terlapor juga memiliki ruang untuk melakukan klarifikasi.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) juga mengakui ISP yang  menerima surat permintaan pemblokiran tersebut dari Kemenkominfo tidak merasa nyaman dan berharap perintah tersebut dilakukan oleh lembaga peradilan.

“Ke depannya, kami berharap ada sebuah sistem pemblokiran yang bisa dilakukan tersentralisasi atau dilaksanakan oleh pihak ketiga. Dengan demikian jaringan ISP dapat mempertahankan netralitasnya. Mengenai konten negatif di luar pornografi, kami mengusulkan ditetapkan oleh lembaga peradilan,” ungkap APJII dalam surat terbukanya.

Pakar IT Onno W Purbo menyebut pemerintah berpotensi melanggar HAM.

“Akses ke Informasi merupakan Hak Azasi Manusia (HAM) yang dilindungi dalam Deklarasi Human Right berdasarkan http://www.un.org/en/documents/udhr/ artikel 19.

Kalau @kemkominfo sampai salah blokir, bisa-bisa @kemkominfo akan di tuduh melanggar Hak Azasi Manusia,” tulis dalam Fanpage Facebooknya.

Anggota Majelis Pusataka dan Informasi PP Muhammadiyah, Mustofa Nahrawardaya menilai media-media yang tercantum dalam surat pemblokiran Kemkominfo dan BNPT tidak semua berkonten radikal.

“Lebih banyak berisi ilmu Agama Islam (situs media islam) dan manfaatnya, ketimbang mudharatnya,” ujarnya.

Ia melanjutkan, maka dari itu alasan Kemenkominfo menutup situs-situs islam karena radikalisme, tidak bisa dibenarkan. Mustofa mengatakan penutupan situs-situs media islam tersebut cenderung bertujuan memberangus sumber berita serta kajian ilmu agama Islam, daripada mencegah radikalisme dan terorisme.

“Negara bermaksud meluruskan sebuah informasi, tetapi dengan membakar lumbung-lumbungnya.  Cara seperti ini hanya menimbulkan dendam kesumat Umat Islam,” jelasnya.

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar  Simanjuntak juga menyayangkan sikap represif BNPT yang meminta situs-situs Islam  ditutup.

“BNPT dan Kementerian Komunikasi dan Informatika harus menjelaskan kepada publik  di bagian informasi dan tulisan yang mana pada situs Islam yang mengandung pesan atau dorongan radikalisme. Harus ada penjelasan terang,” kata Dahnil.

Bila tidak ada penjelasan tersebut, ujar Dahnil, maka usaha penutupan situs tersebut terkesan sebagai kebijakan anti-Islam. Bila BNPT dan Kemenkominfo  tidak menjelaskan dengan jelas dikhawatirkan timbul kecurigaan publik ada agenda mendeskreditkan Islam dilakukan pemerintah.

“Bukan tidak mungkin justru sikap memblokir situs-situs tersebut menebar kebencian massif terhadap pemerintah dan bisa dimanfaatkan kelompok radikal untuk melawan. Saya kira ketinggalan zaman bertindak represif terhadap situs-situs yang meyampaikan pesan-pesan dakwah Islam,” tegasnya.

Bila ada yang salah dengan isi pesan dakwah mereka, ujar Dahnil,  sebaiknya pemerintah menerangkan ke publik.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, rencana  Menteri Komunikasi dan Informatika memblokir situs-situs Islam bisa berdampak buruk. Pasalnya, ukuran radikalisme atau menebar kebencian yang dijadikan alasan kebijakan tersebut tak jelas.

"Ini bisa jadi pasal karet. Jangan tarik negara ini ke era Orde Baru," kata Hidayat.

Ia menegaskan, Indonesia adalah negara hukum. Untuk itu, segala tindakan pemerintah juga harus berdasarkan hukum. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/608144-pimpinan-mpr--menkominfo-jangan-tarik-negara-ke-era-orba

"Harusnya, yang dilakukan Menkominfo adalah menindak mereka yang benar-benar melanggar hukum seperti menyebarkan paham terorisme, komunisme, dan pornografi," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.

Hidayat sepakat, masyarakat dan pemerintah Indonesia harus menolak organisasi dan paham radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Tapi, semua tindakan harus berbasis pada hukum.

"Kalau belum ada bukti tentu layak dikritisi. Sebaiknya kebijakan itu tidak ditempuh," ujarnya menambahkan.

Menurut dia, situs-situs Islam yang akan diblokir adalah mereka yang justru menyiarkan ajaran Islam secara damai bukan radikalisme. Misalnya, dakwatuna.com, hidayatullah.com, aqlislamiccenter dan lainnya.

"Itu bukan media yang mengajarkan terorisme. Mereka justru menyebarkan Islam yang rahmatan alamin dan mencerahkan.", ujar Hidayat. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/608144-pimpinan-mpr--menkominfo-jangan-tarik-negara-ke-era-orba

Anggota DPR Zainuddin juga mengingatkan pemerintah untuk tidak membredel kebebasan pers.

“Kebebasan pers dijamin dalam UU No 40 tahun 1999 ayat 1 yang berbunyi “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”; ayat 2 “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran’; dan ayat 3 yang berbunyi ‘Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”, ujar Zainuddin. http://politik.news.viva.co.id/news/read/607968-politikus-pks--maksud-pemerintah-apa-blokir-situs-islam-

Zainuddin setuju radikalisme agama harus ditolak, tapi dengen membredel media dengan semena-mena itu membunuh kebebasan pers yang menjadi pilar demokrasi. Pemerintah menurut Zainuddin harus mengedepankan dialog. Menurutnya kesewenangan seperti yang dilakukan BNPT maupun Kemenkominfo dikhawatirkan bisa menimbulkan antipati dari anak bangsa terhadap pemerintah.

Tidak hanya menerima permintaan begitu saja dari BNPT, menurut Zainal Menkominfo juga harus berdialog dengan tokoh-tokoh Islam soal situs-situs yang dianggap radikal menurut definisi BNPT. Penanganannya juga harus adil dan memiliki standar yang jelas. http://news.detik.com/read/2015/03/30/195119/2874060/10/19-website-tak-bisa-diakses-karena-permintaan-bnpt-kritik-datang-ke-kemenkominfo

“Pemerintah baik BNPT dan Kemenkominfo perlu memiliki standar yang jelas tentang situs Islam yang harus diblokir dan perlu membuka dialog dengan pengelola situs-situs tersebut,” imbuh politisi yang juga anggota pengawas TKI dari DPR ini.

Ketua Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan Agama dan Sosial, Saleh Partaonan Daulay  menuding pemerintah bersikap otoriter. http://www.pkspiyungan.org/2015/03/kalau-dakwah-lewat-dunia-maya-tidak.html

“Kalau langsung ditutup, kesannya pemerintah sangat otoriter. Tidak ada ruang diskusi dan klarifikasi. Yang sedikit berbeda, langsung dibungkam,” ujar Daulay.

Tindakan seperti itu bisa saja mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dilindungi oleh UU. Di sisi lain, sambung politisi PAN ini, pemblokiran situs-situs tersebut menimbulkan kesan adanya sikap ‘prejudice’ dengan satu agama tertentu. Kalau hal itu betul, tentu sangat tidak baik di tengah upaya semua pihak meningkatkan toleransi dan harmonisasi di tengah masyarakat.

Pemerintah mestinya bersifat arif, bijaksana, dan proporsional dalam memperlakukan semua anak bangsa. Tidak boleh ada yang merasa ditinggalkan, apalagi dikucilkan.

“Menurut saya, tidak semua situs yang diblokir itu menyebarkan paham radikalisme. Ada di antaranya yang betul-betul dipergunakan sebagai media dakwah. Kalau dakwah lewat dunia maya tidak diperbolehkan, lalu apa bedanya konten dakwah dan konten judi dan pornografi yang juga diblokir?” tukas Saleh, legislator dapil Sumut II. http://www.aktual.co/politik/pemblokiran-media-komisi-viii-ingatkan-pemerintah-tidak-gegabah

Penutupan secara sepihak situs-situs yang dicurigai menyebarkan paham radikalisme dinilai Daulay sebagai tindakan terburu-buru dan berpotensi menumbuhkan sikap saling curiga di tengah masyarakat. Pasalnya, penutupan situs-situs itu tanpa didahului upaya klarifikasi. Daulay juga mengharapkan adanya proses dialog. Setidaknya, sebelum ditutup para pemilik situs itu mesti dipanggil dan dimintai keterangan. Bila ditemukan sesuatu yang menyimpang dan membahayakan, barulah kemudian dilakukan tindakan pemblokiran. http://www.lensaindonesia.com/2015/03/31/dpr-tanpa-klarifikasi-penutupan-situs-radikal-dinilai-otoriter.html

Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais menilai tindakan pemerintah bisa menimbulkan rasa takut terhadap Islam (Islamofobia) dan dicap islamofobia.

“Pemerintah terlalu gegabah, terburu-buru, jangan sampai menimbulkan islamofobia,” kata Hanafi Rais di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (31/3/2015).

Menurut Wakil Ketua Komisi I ini, seharusnya pemerintah cermat. Kemenkominfo perlu melakukan klarifikasi terhadap situs-situs tersebut.

“Jangan sampai dicap bahwa pemeritah sekarang Islamofobia,” ujarnya.

Apa yang dikhawatirkan Hanafi tampaknya sudah terjadi di lapangan.

Akun @dedenmuhlisin misalnya menuliskan Semakin jelas pemerintahan sekarang Phobia terhadap Islam #KembalikanMediaIslam.

Akun @Farrasarrasyid juga menulis membelaan terhadap situs Islam Terus terang saja, mau menghabisi teroris, atau menghancurkan islam? Paham radikal yg sangat disayangkan #KembalikanMediaIslam.

Akun @DPP_FPI juga menulis: “Pemerintah Begal Islam. Begal situs Islam. Begal Majelis Taklim. Begal aktifis Islam. Rezim BEGAL: BEjat dan gaGAL! #KembalikanMediaIslam.”

Sumber berita:

http://www.deliknews.com/2015/03/31/kemkominfo-akhirnya-tak-jadi-blokir-situs-media-islam/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline