Lihat ke Halaman Asli

Manfaat Mempelajari (Ber) Filsasfat

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di awal perkuliahan saya, biasanya, seringkali mahasiswa/i bertanya hal yang hampir sama : “Untuk apa kita  kuliah atau belajar filsafat?”, “Apa manfaat (ber)filsafat?”, dan “Apakah (ber)filsafat berguna bagi saya dalam (ke)hidup(an) saya kini dan kelak?”  “Apakah filsafat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan bidang kerja saya kelak?” Banyak filsuf yang memikirkan serta bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini.  Sidney Hook, seorang pakar filsafat, dalam suatu makalahnya pernah mengatakan bahwa kita akan dapat mengetahui filsafat itu dengan melakukan penyelidikan atas (ke)(ber)manfaat(an)nya. Ia menunjukkan bahwa filsafat bukannya aktivitas yang memberi jawaban-jawaban pasti terhadap pertanyaan yang dilontarkan, akan tetapi sebagai sebuah aktivitas atau tindakan yang mempersoalkan jawaban-jawaban atas pertanyaan, yang akan memunculkan pertanyaan baru.

(Ke)gagal(an) dalam mendapatkan sebuah jawaban yang pasti dan memadai terkadang memunculkan rasa frustasi dan kecewa. Meskipun begitu, kita harus tetap optimis bahwa (ke)(ber)manfaat(an) yang besar dari filsafat adalah untuk meraba dan mencari celah bidang pemecahan dan solusi yang mungkin terhadap problema filsafat. Sekalipun pemecahan tersebut sudah teridentifikasi dan diperiksa, oleh ilmu pengetahuan misalnya, akan lebih puas jika kita mampu mendapatkan pemecahan dan solusi secara mandiri bukan? Karena penyelesain ilmu pengetahuan, terkadang masih sangat parsial dan taken for granted. Agar dapat menjadi efektif dalam tugasnya, seorang filsuf harus dapat melampaui cara berpikir yang biasa (ordinary) atau (inbox) agar dapat menghadapi munculnya problem baru yang tidak diharapkan sebelumnya. Jadi harus mampu berpikir (di)luar (ke)biasa(an) atau extraordinary. Dengan begitu, pertama, kita dapat menjawab untuk sementara akan pertanyaan: “Mengapa kita mempelajari filsafat?”, dengan menunjukkan perlunya mempersoalkan hal yang tradisional, konvensional dan yang sudah mapan (established).

Kedua, sebagaimana yang dikatakan oleh para filsuf zaman awal kemunculannya, filsafat adalah mencari dan berusaha mencintai kebijaksanaan atau pengetahuan. Kita mengerti bahwa seseorang mungkin memiliki pengetahuan yang banyak, akan tetapi tetap dianggap orang bodoh yang berilmu. Dalam zaman kita yang penuh dengan kekalutan, kegalauan kemanusiaan (dehumanisasi) dan ketidakpastian nilai (value), kita memerlukan ilmu pengarahan (sense of direction) dan polisi nilai. Kebijaksanaan akan memberi kita kemampuan tersebut, ia (filsafat) adalah soal nilai-nilai atau prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan. Kebijaksanaan adalah sebuah upaya menghadirkan satu pandangan yang utuh (holistic) dan komprehensif akan berbagai hal dalam (ke)hidup(an) kita secara mendasar dan mendalam. Filsafat mengarahkan kita untuk menjadikan ilmu, pengetahuan, dan teknologi selalu terikat nilai, tidak bebas nilai (value free) dan berjalan tanpa payung nilai.

Manfaat filsafat yang paling signifikan adalah kemampuannya untuk memperluas bidang-bidang kesadaran kita sebagai mahluk yang berpikir dan bernilai, untuk menjadi lebih hidup, lebih kritis, dan lebih cerdas, lebih hadap masalah (problem possing) dalam menyelesaikan masalah. Misalnya, dalam beberapa lapangan pengetahuan spesialisasi terdapat sekelompok fakta yang jelas dan khusus, mahasiswa diberi problem sehingga mereka dapat memperoleh kemampuan untuk mendapatkan jawaban yang cepat dan mudah, namun acapkali belum terintegrasi dengan keilmuan dan aspek lainnya. Akan tetapi dalam filsafat terdapat pandangan yang berbeda-beda dan harus dipikirkan, dan filsafat menginterkoneksitaskan pemecahan yang lebih menyeluruh dan memadai, yang mungkin belum terpecahkan oleh satu bidang ilmu,  tetapi penting bagi kehidupan kita. Dengan begitu maka rasa keheranan si mahasiswa, rasa ingin tahu dan kesukaannya dalam bidang pemikiran akan tetap hidup, karena mencari penyelesaian paling dasariah.

Peristiwa-peristiwa  yang terjadi pada beberapa dasa warsa terakhir ini menunjukkan bahwa ada kesalahan-kesalahan mendasar dalam cara mengurus urusan-urusan manusia. Manusia telah memperoleh kekuatan yang besar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi sangat sering mempergunakan kekuatan-kekuatan itu untuk maksud-maksud yang destruktif dan bahkan mendehumanisasi nilai-nilai kemanusiaan. Manusia telah memperluas jangkauan dan kuantitas pengetahuan tetapi belum menerapkan kebaikan dan juga manfaat yang mampu mengeliminasi bahaya pendehumanisasian manusia. Mereka telah menemukan cara-cara untuk memperoleh keamanan dan kenikmatan, pada waktu yang sama mereka merasa tidak aman dan merasa risau oleh karena mereka tidak yakin akan arti kehidupan mereka dan tidak tahu arah mana yang mereka pilih dalam kehidupan itu. Contoh, kegamangan kita akan kemajuan teknologi informasi, yang memang mampu memberikan kemudahan-kemudahan yang tak diperoleh di masa lampau, namun menghadirkan pula problem mendasar, seperti disorientasi budaya, cultural shock, kejahatan cyber crime, sampai pada pemberhalaan produk-produk teknologi informasi yang mengalahkan dan mengeliminasi (ke)(ber)agama(an) kita.

Las, but not least, (ber)filsafat atau bahkan mempelajarinya, memberikan manfaat yang tak terkira bagi hidup dan kehidupan kita. Memberikan sudut pandang (point of view) yang luas dan menjadikan kita mampu menjaga jarak atas permasalahan, sehingga kita akan mampu melihat dengan lebih jelas dan utuh (holistik) untuk menghasilkan penyelesaian yang lebih mendalam dan mendasar serta komprehensif. Bagi yang mempelajari mereka akan mendapatkan manfaat paling tidak seperti; Kritis terhadap persoalan sehari-hari, peka terhadap  persoalan kemanusiaan,melatih rasa ingin tahu (curiosity), dan membimbing sikap hidup (ke)(ber)agama(an). Bagi pengembangan IPTEK, bermanfaat untuk; Menentukan objek dan metode, memberi dasar penalaran, memperluas cakrawala pertimbangan nilai, memperdalam pemecahan masalah (interdisipliner). Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline