Lihat ke Halaman Asli

Hukum versus Rakyat

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sebuah negara merupakan sebuah perwujudan dari sekumpulan masyarakat yang berkumpul dalam suatu wilayah tertentu dan memiliki seperangkat aturan yang telah disepakati bersama. Masyarakat dan hukum menjadi bagian tak terpisahkan sebagai unsur pembentuk negara. Negara memiliki wewenang dan kekuasaan serta kemampuan untuk melaksanakan hukum secara legal dibawah institusi pemerintah. Kehadiran negara selayaknya menjadi penengah dalam setiap permasalahan yang ada di masyarakat baik itu elit negara maupun tingkat paling dasar yaitu grass root.

Sedangkan hukum merupakan seperangkat aturan yang muncul dari proyeksi nilai, moral dan budaya masyarakat yang kemudian di legalkan sebagai legal formal yang sah dijalankan. Sederhananya hukum adalah alat negara untuk memaksa masyarakatnya untuk hidup dalam keteraturan yang telah disepakati bersama. Ketika terjadi pelanggaran terhadap hukum tersebut negara melalui institusi pemerintah berhak menggunakan upaya kekerasan secara sah dalam bingkai hukum legal.

Hari ini dimana negara kita adalah sebuah negara hukum dan menganut sistem demokrasi dimana masyarakat dan hukum seakan saling berhadapan satu sama lain dan tidak menunjukan adanya persamaan persepsi akan keadilan yang ingin dicapai bersama. Sistem demokrasi memungkinkan masyarakat menjadi aktor penting dalam proses pengambilan keputusan. Slogan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” seakan betul betul dimanfaatkan oleh rakyat untuk memperkokoh posisi kedaulatannya bagi negara.

Perselisihan tersebut hari ini kian terasa dengan berbagai kasus yang terjadi di bumi Indonesia ini. Hukum memainkan perannya dengan seperangkat aturan dengan konstitusi sebagai dasarnya. Namun demikian layaknya suara masyarakat tak seharmoni dan seirama dengan seperangkat aturan hukum yang telah dibuat. Jika kita perhatikan kasus belakangan ini dimana KPK yang merupakan lembaga anti korupsi berseteru dengan sesama lembaga penegak hukum POLRI.

Pasca keputusan KPK melalui empat komisioner KPK mengumumkan status tersangka kepada Komjen Budi Gunawan karena tersangkut kasus rekening gendut. Padahal saat itu BG adalah calon tunggal Kapolri yang di calonkan oleh presiden Jokowi. Berselang beberapa hari setelah pengumuman tersebut wakil ketua KPK Bambang Widjayanto di tangkap oleh Bareskrim karena dituduh telah memaksa saksi untuk memberikan keterangan palsu pada saat sengketa pilkada tahun 2010. Hal tersebut sontak memicu bangkitnya masyarakat untuk pasang badan terhadap KPK karena masyarakat menilai penangkapan tersebut adalah bentuk dari kriminalisasi terhadap KPK.

Ketika isu tersangka BG telah berkembang keranah praperadilan. Hakim tunggal Sarpin Rizaldi kemudian memberikan keputusan memenangkan pihak BG yang berarti berdasarkan hukum yang berlaku kasus penyidikan BG harus dihentikan oleh KPK. Berbagai macam fenomena dan kejadian tersebut mengisyaratkan bahwa masyarakat berbeda paham dengan hukum yang telah di putuskan. Masyarakat lebih menunjukan dirinya sebagai pembela KPK karena selama ini KPK lah yang telah dengan gagah berani memutuskan perkara korupsi dan menangkap para tersangka dengan tidak pandang bulu.

Namun hukum tetap hukum dengan asusmsi bahwa negara Indonesia ini adalah negara hukum kemudian segelintir orang memanfaatkannya untuk menutupi hati nurani mengenai rasa keadilan itu. KPK terus digerogoti dengan memanfaatkan dalil-dalil hukum dan pengungkitan kasus yang sudah usang. Abraham Samad menjadi tersangka karena kasus pemalsuan dokumen pada tahun 2007. Zulkarnain, salah seorang komisioner KPK dituduh menerima suap dari gubernur Jawa Timur Soekarwo untuk menghentikan kasus dana hibah pada 2008 ketika menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi. Sedangkan Adnan Pandu Praja, dituduh mengambil alih saham perusahaan kayu PT Daisy Timber pada tahun 2007. Seperangkat tuduhan lain yang juga disematkan pada para peneylidik KPK yang kesemuanya terancam dijadikan tersangka.

Rasa keadilan yang selama ini sesungguhnya dicari, seharusnya muncul dari para penegak hukum. Karena aturan hukum adalah cara paling efektif untuk menegakkan keadilan, namun ketika hukum tersebut terasa tidak berpihak pada nurani masyarakat pun bergerak untuk menyampaikan apa keinginan rakyat dengan dasar hati nurani dan keadilan. Kembali ketika kita seharusnya memahami konsep hukum, negara dan masyarakat secara menyeluruh seharusnya tidak boleh ada pertentangan dan perselisihan. negara yang dalam konteks ini pemerintah harus dapat kembali menyelaraskan antara suara hati nurani masyarakat dengan seperangkat aturan hukum yang telah dibuat. Karena hukum tidak diadaptasi dari negara lain, tidak di ambil dari sekelompok masyarakat lain yang berbeda nilai, moril dan budaya. Hukum tersebut lahir dan tumbuh didalam dan bersama masyarakat itu sendiri.

Maka dari itu jangan sampai kita terperangkap dengan seperangkat aturan hukum yang telah dibuat lalu mengabaikan suara, dan hati nurani masyarakat. Supremasi hukum memang benar adanya tetapi jangan sampai supremasi hukum ditunggangi oleh sekelompok elit yang punya kepentingan atas kejahatan yang mereka buat. Kembalikan hukum ketengah masyarakat dan pemerintah memegang kontrol penting untuk menjaga keselarasan antara hukum dan masyarakat. Karena keadilan tidak selalu berasal dari seperangkat hukum tetapi juga hati nurani masyarakat dengan suara paling lemah sekalipun.

 

Alief Rifky

 

Pengamat Politik




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline