Membongkar memori lama untuk menuangkan ke dalam sebuah buku bukanlah hal yang mudah. Memang ada ingatan bahagia. Tapi jangan lupa juga ada memori yang membuat hati perih, yang mengoreknya lagi membuat ingin merintih.
Dalam bukunya yang berjudul Hal-hal yang Tinggal dan Tak Pernah Tanggal ini Lucia Priandarini mengajak kita para pembaca untuk turut menyusuri hasil kerja kerasnya membongkar kenangan-kenangan pribadi penulis bersama mendiang ibunya yang dulunya mencari nafkah sebagai seorang dosen di Kota Malang, Jatim.
Catatan Singkat Penuh Makna
Bagi saya, membaca buku ini perlu keberanian. Maksud saya, begitu Anda meresapi dan larut dengan makna di balik tiap kata dan barisnya, mustahil bagi Anda untuk bisa menahan air mata.
Buku ini berbentuk kumpulan catatan-catatan singkat penuh makna yang bisa Anda cerna dengan mudah. Tak banyak lika-liku dalam gaya penyampaiannya. Lugas saja tapi mengena betul di relung hati. Tentu saja Anda harus memiliki ibu kandung yang sudah bisa membuktikan dirinya sebagai seorang ibu yang baik dalam membesarkan anaknya. Bukan ibu yang 'gagal'. Karena kalau tidak, Anda bakal selalu tersindir oleh tiap kalimatnya. Seperti seorang teman saya yang saat membaca ini, malah membandingkan dengan ingatannya soal ibunya yang tidak semengharukan yang ada dalam buku. Baginya, ibunya sosok yang kurang keibuan jadi ia pun agak susah menikmati dan menemukan makna di dalam buku ini.
Salah satu bagian yang mengesankan di hati adalah ketika Lucia menulis tentang punggung ibunya di halaman 15. Ia lebih sering melihat punggung ibunya yang sibuk mengoreksi ujian mahasiswa, memasak, atau menyetrika seragam sekolah. Pengalaman ini mirip dengan pengalaman sebagian orang yang memiliki ibu seorang pengajar baik itu dosen atau guru, meski mustahil persis sama.
Profesi mengajar sendiri memang bukan profesi yang membuat kita sejahtera apalagi kaya raya. Mengajar di Indonesia mirip sebuah kerja sosial. Diperuntukkan khusus bagi yang berhati setengah dewa, memiliki kesabaran seluas samudera, dengan janji bakal diganjar tempat yang layak di akhirat sana. Dan untuk itu, di dunia ini tak apalah jika harus menderita. Entah logika seperti itu berasal dari mana. Heran betul saya.
Sosok Istimewa
Buku ini secara khusus mengenang Bernadetta Maria Suryati, sosok ibu kandung Lucia yang memiliki kepribadian yang sangat unik menurut saya. Mendiang menikah di usia 35 tahun pada 1978 - sesuatu yang tidak lazim pada masanya. Pengalaman ini mungkin yang membentuk karakternya menjadi sosok yang pendiam namun berpendirian kuat dan bijaksana.
Meski mendiang bukan tokoh nasional yang bio-nya bisa ditemukan di laman wikipedia, banyak juga terselip hasil-hasil refleksi penulis dari perkataan, perbuatan dan pemikiran almarhumah ibunya itu yang bisa saja diterapkan dalam hubungan kita dengan ibu kita masing-masing. Karena pastinya semua ibu memiliki banyak persamaan dalam hubungan mereka dengan anak-anak mereka. Dan obrolan soal hubungan ibu-anak tak bakal habis sampai akhir masa.
Buku terbitan Pelangi Sastra Maret 2023 ini, meski fisiknya mungil dan tipis, namun sarat makna. Bagi Anda yang berminat mendapatkannya, silakan hubungi penulisnya di luciapriadarini.com. (*/)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI