Setiap kali berbicara AI, kita seolah digiring pada pola pikir fatalistik: para manusia pekerja akan tersingkir cepat atau lambat. Saya sendiri sudah bosan membahas, karena jelas itu seperti 'bunuh diri' eksistensial. Manusia menjadi begitu rendah diri bahkan saat ciptaannya sendiri makin cerdas. Menurut saya hal itu konyol. Paradigma penuh ketakutan dan permusuhan terhadap AI sudah seharusnya disingkirkan.
Hanya saja, untuk menerangkannya secara logis dan enak dipahami, saya belum bisa.
Tapi pagi ini saya menemukan sedikit pencerahan untuk menjelaskan kenapa kita tak perlu pesimis soal prospek kerja masa depan di era AI dari sebuah video menarik di TikTok dari Nate B. Jones. Ia adalah influencer yang membahas soal AI dan dampaknya yang luas terhadap berbagai sendi kehidupan manusia.
Singkatnya, di video TikTok tersebut ia menerangkan alasan mengapa ia tetap optimistis di balik kemajuan AI saat ini meski banyak orang menentangnya dan mengatakan AI adalah kiamat bagi para pekerja manusia.
Memahami Paradoks Jevons
Ia berargumen bahwa ada dua paradoks ilmiah yang menjadi alasan mengapa ia terus optimistis.
Paradoks pertama ialah Paradoks Jevons. Jevons adalah nama seorang ekonom Inggris William Stanley Jevons yang muncul saat abad ke-19, saat batubara sedang jaya.
Paradoks Jevon berupaya menerangkan mengapa saat itu batubara menjadi komoditas yang amat berharga, dan meski suplai batubara terus bertambah tapi permintaan toh tidak berkurang dan harga batubara tak kunjungan turun juga meski suplai berlimpah ruah.
Justru malah masyarakat dunia punya makin banyak cara untuk menggunakan batubara ini untuk mereka gunakan dalam kehidupan.
Dengan kata lain, semakin banyak kita punya suatu jenis sumber daya atau aset, maka makin banyak cara yang kita gunakan untuk mengeksploitasinya.
Paradoks Jevon ini menjelaskan bahwa makin mudahnya akses terhadap AI akan membuat AI makin banyak digunakan dalam berbagai cara yang tak pernah kita pikirkan sebelumnya dan itu akan terus terjadi. Tak bisa dihentikan.