MEMBICARAKAN Artificial Intelligence, kita sering berputar-putar soal ketakutan apakah manusia seperti kita akan kekurangan lapangan kerja jika AI makin meraja di dunia kerja.
Atau kalaupun tidak, kita akan tertarik soal resep merangkai kata-kata berupa writing prompts yang efektif dan efisien untuk mengarahkan AI agar AI bisa menghasilkan tulisan dengan mutu dan karakteristik yang sebisa mungkin mendeketi standar yang kita tetapkan.
Menurut saya, topik-topik itu memang tidak ada yang salah tetapi sejujurnya sudah terasa usang dan kita sudah seharusnya beranjak ke fase berikutnya: mencari celah untuk memanfaatkan AI sebagai alat bantu kita.
Baru-baru ini saya mendengarkan episode teranyar siniar di Spotify dari Paul Roetzer dan Mike Kaput dari kanal "The Artificial Intelligence Show".
Kebetulan di dalamnya membahas isu penting bagi saya: "Kebangkitan Jurnalis AI". Karena pekerjaan saya selama 14 tahun terakhir ini memang seputar media dan jurnalistik.
Serbuan AI ke Dunia Jurnalistik
Tak bisa disangkal bahwa sekarang perusahaan-perusahaan media makin getol mengadopsi AI. Di luar negeri media BuzzFeed sudah membuat kuis-kuis asyik dengan bantuan AI dan para pembaca menyukainya.
Di Indonesia sendiri, media Kompas sudah secara terbuka menerapkan AI dalam penulisan artikelya. Saya sudah menemukan sebuah artikel di kompas.com yang ditulis oleh AI. Anda bisa membacanya di sini.
Sekarang ini sudah muncul TryJournalist yang memungkinkan Anda mendapatkan sejumlah artikel orisinal (bukan hasil plagiarisme) hanya dengan memberikan instruksi berupa kata kunci/ topik tertentu yang spesifik.
Jurnalis AI ini tak cuma menghimpun informasi berupa artikel-artikel yang tayang di Internet tapi juga memantau perbincangan secara real time di dunia maya.
Lalu ia memilah sumber yang dianggap terpercaya dan mengambil intisarinya dan memahaminya dan ia mengolah semua itu menjadi sebuah artikel otentik yang menaati kaidah jurnalistik, demikian klaim pembuat model AI ini.