MERAYAKAN hal-hal besar dan luar biasa sudah menjadi tradisi bagi manusia.
Momen-momen besar seperti ulang tahun, pernikahan, dan kematian anggota keluarga atau orang yang dikasihi adalah beberapa yang pantas dirayakan.
Tapi bagaimana jika sedikit-sedikit kita ingin merayakan sesuatu padahal hal itu terkesan biasa saja atau tak seistimewa itu?
Mas-Mas Biasa dan Jelata
Di sebuah kesempatan di tempat kerja saya dulu yang dipenuhi dengan generasi Z, saya sempat menangkap basah seorang kolega yang membaca dengan tekun sebuah artikel kolom di whiteboardjournal.com.
Judul tulisan itu cukup menarik: "Tak Mengapa Menjadi Mas-Mas Biasa". Penulisnya adalah Fajar Shabana Hafiiz. Tulisan ini tayang 27 Mei 2021.
Gagasan utama artikel itu sederhana sebetulnya. Fajar ingin anak-anak muda Gen Z yang dibebani segala ekspektasi dari orang tua dan masyarakat untuk memaklumi situasi jika mereka belum bisa menjadi luar biasa sebagaimana harapan orang lain.
Fajar menuliskan:
"Jangan malu hanya menjadi mas-mas biasa, kamu hanya memakai motor supra dan memiliki mobil ketinggalan zaman yang kamu beli dari hasil tabungan jaga shift malam."
Intinya ia mengajak kita untuk tidak malu jika kehidupan kita saat ini terkesan biasa saja.
Kita tak perlu malu bahkan justru harus bangga melakoni kehidupan yang biasa saja sebagaimana dijalani begitu banyak orang karena di balik kehidupan yang terkesan biasa saja itu juga sebetulnya ada banyak makna di baliknya bagi kita yang mau bersyukur dan berpikir.
Dan rupanya tulisannya ini bisa membuat pembaca muda Gen Z yang sudah lelah dengan beban berat di pundak mereka merasa dirangkul dan diterima.