Lihat ke Halaman Asli

Akhlis Purnomo

TERVERIFIKASI

Copywriter, editor, guru yoga

Mengenal Konsep "Hybrid War" melalui Konflik Rusia-Ukraina

Diperbarui: 26 Februari 2022   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

PERANG adalah salah satu peristiwa peradaban yang banyak dibenci orang tapi tidak terelakkan. Bagi generasi millennial dan generasi Z, tentu perang adalah cuma konsep konkret yang ada dalam buku-buku sejarah dan cerita-cerita masa lalu dan narasi dalam gim-gim daring yang mereka mainkan. Tapi menyaksikan dan mengalami perang sebagaimana yang dialami generasi Kolonial sebelum Baby Boomers, pastinya banyak yang belum pernah kecuali memang tinggal di area konflik semacam Timor Leste yang dahulu penuh konflik.

Dengan makin berkembangnya teknologi, kini metode berperang juga berkembang juga. Tak cuma menaklukkan lawan di dunia nyata dengan persenjataan, strategi dan teknik berperang ala Tsun Zu, tapi juga ditambahkan peperangan di dunia Maya.

Konsep perang baru yang bernama "Hybrid War" kini makin mencuat dan lumrah dipakai negara-negara dan para pembuat kebijakan yang harus menegakkan kekuasaan mereka dengan cara apapun. Metode hibrida dalam berperang ini dipakai saat strategi perang konvensional sudah kurang efektif.

Dalam konsep Hybrid War, pihak yang berperang menggunakan dunia siber untuk menyebarkan disinformasi atau informasi yang sudah dipelintir sedemikian rupa untuk mencapai tujuan dan agenda tertentu dan menyebarkan propaganda sebagai taktik yang menggunakan ketakutan dalam diri manusia. Konsep berperang hibrida ini sangat berbeda dan diramalkan bakal makin luas dipakai oleh rezim-rezim di banyak negara.

Sebelum konflik terbuka Rusia dan Ukraina baru-baru ini, sebelumnya konsep Hybrid War Sudah mulai ada sejak akhir Perang Dingin di abad ke-20. Konflik tak lagi berupa peperangan fisik yang melibatkan darah dan korban luka-luka dan Jiwa tapi juga melebar ke sisi kehidupan manusia lainnya seperti kehidupan di dunia maya atau internet yang sebagaimana kita ketahui makin mengambil peran penting dalam kehidupan umat manusia abad ke-21 ini.

Ternyata peperangan dan konflik juga dikobarkan di dunia siber yang berupa saling rebut pengaruh melalui penguasaan dan penggunaan kanal-kanal informasi dan komunikasi massal yang dipakai sebagai corong penyebar propaganda dan sering melibatkan musuh-musuh yang bukan pemerintahan/ rezim tertentu.

Mengetahui urgensi pemahaman fenomena Hybrid War, peneliti juga sudah ada yang mulai fokus pada konsep ini. Salah satunya ialah periset dari Dr Sascha-Dominik Bachmann dari Bournemouth University.

Ia sendiri sudah mulai menggeluti bidang penelitian Hybrid War sejak menyeruaknya aktivitas Rusia di Ukraina dan Krimea yang kemudian dicaplok. Ia memang terlibat dalam organisasi NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan riset mereka untuk menghadapi ancaman yang harus dihadapi Eropa.

Apa yang terjadi di Ukraina bertahun-tahun sebelum meledaknya konflik terbuka ini sebenarnya sudah merupakan contoh dari Hybrid War. Ancaman Rusia harus dihadapi NATO dengan cara yang efektif, tidak frontal.

Salah satu strategi NATO ialah dengan menerapkan "lawfare" yakni strategi menggunakan hukum sebagai senjata perang dan menyebarkan informasi yang dirasa memenuhi agenda mereka secara proaktif melalui kanal-kanal komunikasi masyarakat.

Apa yang sedang dilakukan Putin dan Moskow sebelum konflik terbuka saat ini juga melibatkan propaganda melalui penyebaran informasi dan berita palsu sebagai metode perang 'halus' dan tanpa peluru. Begitu ini tak mempan, barulah mereka menggunakan taktik subversif dan koersi dengan memaksa negara-negara tetangga untuk tetap dalam kedudukan dan posisi yang lebih rendah dan lemah agar bisa terus melanggengkan agenda kekuasaan dan kebijakan luar negeri Moskow selama ini. Demikian temuan Princeton University, Woodrow Wilson School of Public and International Affairs yang dipublikasikan tahun 2018 Lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline