Lihat ke Halaman Asli

Akhlis Purnomo

TERVERIFIKASI

Copywriter, editor, guru yoga

Pecinta Kucing Jangan Lupa Keseimbangan Ekosistem

Diperbarui: 26 Februari 2021   18:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang sebesar apa sih dampak lingkungan mengadopsi kucing? (Foto: Wikimedia Commons)

BANYAK pecinta kucing yang sebelum mengadopsi mempertimbangkan sejumlah faktor, di antaranya ketersediaan anggaran untuk memberi pakan secara teratur, memeriksakan ke dokter hewan jika sakit, pengebirian, aksesori, dan sebagainya. Tidak ada salahnya memang menimbang-nimbang soal finansial dan perawatan serta keamanan kucing yang akan diadopsi, tetapi sebetulnya ada isu yang sering terlupakan oleh kita dan terutama para penyuka kucing di Indonesia.

Di sini saya tidak akan membahas faktor-faktor tersebut karena saya sangat yakin sudah banyak yang membahasnya. Di tulisan ini saya ingin menyoroti kucing sebagai salah satu elemen dalam ekosistem kehidupan di sekitar kita. Harus diakui semua makhluk hidup adalah bagian dari sebuah ekosistem yang besar dan bagian dari rantai makanan (ingat pelajaran IPA di SD?) dan jika terjadi perubahan dalam satu elemen di ekosistem sedikit saja, dampaknya pasti juga akan terasa.

Nah, dengan berbekal pemahaman mengenai ekosistem ini, mari kita bahas dampak adopsi kucing pada sebuah lingkungan.

Saya terdorong untuk mengangkat ini karena kucing berukuran kecil meskipun ia sudah dijinakkan sedemikian rupa menjadi hewan peliharaan manusia sejak beribu tahun lalu, tetaplah kucing yang sebangsa dengan harimau. Mereka, para kucing, secara alami hingga kapanpun memiliki insting berburu.

"Wajar kan kucing mau berburu? Terus apa masalahnya?"
Permasalahan muncul tatkala kehadiran kucing dalam jumlah yang relatif lebih banyak dari yang seharusnya di sebuah ekosistem bisa mengurangi populasi spesies lainnya.

Kok bisa? Jadi begini: meskipun kucing-kucing peliharaan biasa diberi makan, mereka juga masih berburu. Pernah melihat anak kucing gemas mengejar kupu-kupu atau lebah? Nah, naluri berburu itu sudah ada sejak mereka lahir dan tidak akan luntur meski sudah dijinakkan dan diberi pakan oleh manusia. Kucing-kucing ini bisa kita lihat tetap memburu hewan-hewan lain seperti burung, hewan menyusui berukuran kecil seperti tikus, hewan melata seperti ular atau cicak.

Mungkin tidak akan ada masalah jika satu dua orang yang memelihara kucing tetapi jika itu sudah menjadi sebuah tren, dipastikan jumlah spesies hewan lain yang menjadi korban buruan kucing juga akan berakumulasi. Dan ini memberikan dampak pada keseimbangan ekosistem kita.

Hal ini sudah menjadi kecemasan tersendiri di Inggris Raya sana. Seiring dengan meningkatkan populasi kucing di negara itu, kalangan pelestari hewan langka juga mengamati adanya naiknya risiko ancaman dari meledaknya populasi kucing itu pada kelestarian spesies langka (sumber: exeter.ac.uk).

Mungkin hal ini tidak akan terjadi seandainya semua kucing rumahan memang terus menerus di dalam rumah. Namun, itu tidak mungkin. Kucing-kucing rumahan sekalipun sebetulnya punya dorongan untuk 'keluyuran' di luar rumah sesekali untuk berburu. Kucing-kucing peliharaan yang dikungkung di rumah justru dicemaskan mengalami problem kenaikan berat badan karena kurang gerak dan kelebihan makan, selayaknya problem manusia juga.

Mengurung kucing selamanya dalam rumah memang terkesan solusi efektif bagi keseimbangan ekosistem namun kurang baik bagi kesehatan kucing itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline