Muslim mana yang tidak mau kehidupan yang berkah?
Salah satu caranya adalah berkiblat pada sunah Nabi. Bahwa mereka yang mengaku muslim sejati dan haruslah meniru cara hidup Nabi Muhammad SWA sampai serinci mungkin lalu mengolok dan memojokkan mereka yang tak menyerupai Nabi. Sungguh itu bukan cara dan pendekatan nan bijak, kata Dr. Abd. Moqsith Ghazali.
Ia melanjutkan bahwa kita yang berpuasa di masa sekarang ini sungguh beruntung karena masih diberikan kelonggaran untuk makan sahur sehingga dalam sehari kita masih bisa makan dua kali.
Tidak seekstrim orang dulu yang kalau puasa cuma bisa makan sekali sehari saja dan begitu mereka terlewat waktu berbuka, mereka harus kembali berpuasa. Tanpa ampun. Tanpa keringanan.
Karena ada keluhan dari seorang pekerja di masa Nabi yang berpuasa tapi sempat terlewat masa makan sampai akhirnya pingsan, akhirnya turun wahyu untuk mengizinkan umat berpuasa dari malam hingga terbit fajar asalkan sepanjang matahari muncul, tidak makan dan minum dan melakukan tindakan-tindakan yang dilarang lainnya.
Itulah yang menjadi pembeda puasa yang dijalankan umat Islam dan umat agama Yahudi. Puasa umat muslim ada sahurnya (dan ironisnya ada sebagian umat muslim yang sengaja melewatkan sahur ini karena dianggap merepotkan dan saat dini hari tak merasa nafsu makan padahal kan itu sebuah kenikmatan yang hakiki dan berpahala pula), sementara puasa umat Yahudi tidak.
Sahur di zaman Nabi tak dibatasi imsak. Kenapa? Karena imsak itu baru muncul di masyarakat muslim belakangan saja. Nah, di Al Quran sendiri dijelaskan bahwa kita masih diperbolehkan makan dan minum hingga jelas benang hitam dan benang putih.
Mereka yang memaknai ayat tadi dengan literal atau harafiah pun makan sahur sambil menyiapkan sehelai benang hitam dan putih. Jika sudah bisa kentara bedanya dengan mata telanjang, mereka akan berhenti makan sahur.
Sementara itu, imsak adalah peringatan saja. Yang sudah di dalam mulut tidak perlu dimuntahkan tetapi tetap lanjut makan saja. Namun, jangan menambah menyuap makanan lagi. Justru harus siap-siap berhenti. Ibaratnya, imsak adalah lampu kuning dalam berkendara.
Tapi karena budaya orang beda-beda, lampu kuning justru diinterpretasikan sebagai pemacu. Makan sebanyak-banyaknya saat imsak berkumandang dan baru benar-benar berhenti tatkala azan subuh. Nah, kalau masih makan saat dengar azan subuh, haruslah memuntahkan makanan itu tak peduli seberapa enak rasanya.
Cara Berbuka Sesuai Cara Nabi