Lihat ke Halaman Asli

Autis, Menarik Cinta dan Pelajaran

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masih berbicara tentang autis, jika tadi kita membahas tentang percintaan seorang anak yang mengalami gangguan autis sekarang kita akan lebih dalam membahas tentang autis pada remaja. Dalam buku Spencer dijelaskan bahwa gangguan autis atau autism merupakan salah satu gangguan terparah di masa kanak-kanak. Autism bersifat kronis dan berlangsung sepanjang hidup. Anak-anak yang mengidap autis seperti mempunyai dunianya sendiri. Cara berpikirnya adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dunia.

Saya memiliki suatu cerita nyata daan melihat sendiri bagimana dan apa saja kegiatan anak autis. Salah satu wali kelas saya di kampus memiliki 3 anak dan salah satu putranya mengalami autism. Saya dan teman-teman saya sesama jurusan psikologi sedikit mendiskusikan tentang autis. Dosen saya juga bercerita tentang bagaimana hiruk pikuk penanganan anak yang mengalami autism.

Dosen saya dipanggil ayah, dan istrinya biasanya kami panggil umi’, ayah dan umi’ sebagian besar menghabiskan waktunya pada Ahmad (nama putra ayah yang mengalami autis, nama disamarkan). Baik untuk pengobatannya, pengawasannya, terapinya, bahkan makanannya. Subhanallah ketika ayah dan umi’ bercerita saya membayangkan bagaimana kesulitan dan pengorbanan mereka. Pernah umi’ bercerita kepada kami, ketika sore hari Ahmad tertidur dengan pulasnya. Dan malam sampai pagi mereka harus bergantian mengawasi Ahmad karena semua yang dilakukan Ahmad tidak dapat dilepaskan sdetikpun dari pengawasan.

Satu pelajaran hidup untuk kami semua adalah kesabaran dapat menutup semua keluhan yang ada. Mereka tidak pernah mengeluh baik secara verbal maupun nonverbal. Mereka hanya menjalankan apa yang harus mereka lakukan bukan mengeluhkannya. Saya pernah melihat sendiri Ahmah langsung keluar rumah walaupun pintu hanya terbuka sedikit celah, dia berlari seakan ada sesuatu yang sedang Ia kejar. Padahal dia hanya berlari, namun sangat cepat dan sedikit berbicara tidak jelas saya yang berlari dan menjemputnya untuk pelang beberapa kali mendapat pukulan dari Ahmad, dia memberontak. Namun saya berusaha memaksa untuk menggendongnya walau dia terus memberontak.

Umumnya anak dengan umur 3 tahun sudah dapat berbicara dengan jelas karena sudah bisa mendapatkan banyak kosakata baru dalam komunikasi. Namun dia baru bisa mengeja satu kata yaitu umi’. Dengan susah payahnya ayah dan umi’ mengajarinya selama ini, namun membuahkan hasil sedikit namun sangat berarti, yaitu dia dapat memanggil umi’nya. Saya ingat ketika itu umi’ bercerita kepada kita sambil mengusap air matanya. Umi’ sangat bangga kepada Ahmad yang dapat menerima pelajaran berbicara walau hanya satu kata yaitu umi’.

Selain itu ketika silaturahmi k rumah ustadz saya sempat melihat ketika dia melihat sesuatu yang ia rasa baru, karena ia baru mengetahuinya ia mengenalinya dengan gigitan. Waktu itu ayah dan umi’ baru saja pindah kontrakan mereka lalai meletakkan bolham sembarangan. Ahmad yang melihatnya langsung berlari merebut dan menggigit bole lampu itu sampai pecah, hampir saja mulutnya berdarah jika ustadz tidak segera menjauhkannya dari bolham. Namun dia menangis sangat keras karena terlepas dari bolham tersebut.

Subhanallah, dari secuil keluarga ini kuceritakan suka duka yang amat mendalam kepada mama dirumah. Mama berkata ‘itulah kak, kenapa kita harus mensyukuri segala yang ada. Dan pelajaran hidup dapat kita dapatkan dari segala sisi kehidupan, bahkan terkadang tak terduga dan spontan. Sekarang yang penting kakak lebih bersyukur dengan adanya kita, karena berterimakasih lebih indah ketimbang hanya meminta’ sedikit memang kata yang diucap oleh mama namun nasehatnya menjadi pedoman dan panduan hidup yang sangat berarti untuk masa depanku. Terimakasih mama. Semoga cerita ini menjadikan kita semua manusia yang lebih mulia. Amin ya Allah.

Ika Miftachur Rachmah (12410105)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline