Lihat ke Halaman Asli

Akhir Fahruddin

Occupational Health Nurse

Hentikan Stigmatisasi Perawat, Mari Edukasi Masyarakat

Diperbarui: 11 April 2020   07:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

APD Tenaga Kesehatan | Foto : Kompas.com

Saya tertegun melihat dan mendengar berita penolakan jenazah salah satu rekan perawat yang bekerja di Rumah Sakir dr Kariadi Semarang oleh masyarakat setempat. Reaksi yang ditunjukkan terlalu berlebihan hingga menimbulkan friksi di tengah kehidupan bermasyarakat.

Sebagai seorang kolega dan rekan se-profesi, saya terpantik untuk menulis agar jangan ada lagi stigmatisasi dan diskriminasi terhadap seseorang yang notabene tenaga kesehatan. Mereka berjuang di garda terdepan dalam pelayanan termasuk menjadi relawan demi memutus mata rantai penyebaran virus .

Di beberapa tempat, memang terjadi kekhawatiran yang berlebihan akibat isu pandemik Covid-19. Masyarakat sudah mulai kehilangan logika untuk berfikir dan menelaah segala sesuatu secara proporsional, mereka lebih memilih mengutamakan emosional yang membabi buta dibandingkan dengan musyawarah mufakat demi kemanan dan ketertiban.

Sikap berlebihan yang ditunjukkan oleh sebagian warga di wilayah Ungaran, Semarang pada 9 April lalu sudah pada puncaknya. Diskriminasi dan stigmatisasi yang ditunjukkan dengan menolak jenazah karena alasan terindikasi Covid-19 menjadi pelajaran untuk semuanya betapa masyarakat kita perlu di tuntun dan di edukasi agar melek ilmu dan punya rasa kemanusiaan.

Bicara tentang Covid-19 dan penyebarannya, ini menjadi tanggung jawab kita bersama, tidak hanya tenaga kesehatan melainkan tokoh pendidikan, agama dan tokoh masyarakat yang hidup langsung dengan masyarakat. Tanpa mereka, kita akan kehilangan kepercayaan untuk mau dipercaya dan mengikuti saran yang kita berikan.

Polarisasi ditengah masyarakat kemudian muncul dengan banyaknya isu yang diadopsi tanpa dilakukan filter terlebih dahulu, hingga menyebabkan keretakan ditengah masyarakat. Lalu siapa yang bertanggung jawab ketika sudah seperti ini? Jawabannya adalah kita semua.

Kita bisa bayangkan, kematian yang akan dirasakan oleh semua orang akan kita alami juga. Mengapa kita tidak memiliki rasa pri kemanusiaan terhadap jenazah dan keluarganya. Apakah empati kita sudah layu dan luntur? Sesekali cobalah kita bertanya pada diri sendiri.

Covid-19 yang menjadi tren, tidak boleh kemudian digeneralisir menjadi ketakutan yang berlebihan. Ada standar dan prosedur yang harus diikuti agar penyebaran rantai virus terputus. 

Perawat Covid-19 | Foto : BBC News

Di rumah sakit juga ada standar operasional prosedur dalam penanganan Covid 19. Di ruangan gawat darurat dan ruang rawat inap juga ada standarnya sehingga ketakutan berlebihan harus kita sudahi agar emosional masyarakat bisa kembali tenang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline