Lihat ke Halaman Asli

Akhir Fahruddin

Occupational Health Nurse

Perawat dan Fenomena "Ners"

Diperbarui: 4 Agustus 2019   09:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perawat/dokpri

Ketika dulu di Saudi Arabia, saya selalu berdiskusi dengan beragam teman dari berbagai negara. Diskusi kadang mengalir begitu saja saat di bus menuju tempat kerja, kadang pula selepas dinas, atau saat berlibur dan makan di sebuah restoran yang menjadi langganan kami biasanya.

Teman-teman dari Philipina lebih welcome dengan perawat Indonesia, selain bertetangga  juga karena berasal dari ras yang sama di kawasan Asia Tenggara. Di tempat kerja, teman-teman dari Philipina lebih enak diajak kerjasama dalam bekerja, menukar shift atau liburan. 

Berbeda dengan perawat India yang lebih sering menyendiri, menelpon keluarga setiap hari, bahkan jarang ada waktu untuk bisa berdiskusi panjang lebar. Mereka lebih senang berdiskusi masalah film india yang sering ditonton masyarakat Indonesia.

Tema diskusi beragam, namun yang paling saya ingat saat itu adalah diskusi tentang sistem keperawatan. Di Philipina misalnya, sarjana keperawatan ditempuh selama 4 tahun dengan licence exam bertaraf internasional, adapula acociate nurse namun hanya diambil dalam kurum waktu 2 tahun untuk dipersiapkan menjadi caregiver.

Teman-teman Philipina umumnya setelah menyelesaikan study, mereka mencari kerja di negaranya selama 1-2 tahun untuk persiapan bekerja di luar negeri. Kadang apply kerja di timur tengah sebagai batu loncatan untuk mengambil pengalaman kerja agar bisa menembus Eropa. 

Mengapa demikian? Mereka menyadari bahwa di dalam negeri, jangankan menabung, mencukupi kebutuhan sendiri juga terbatas, mereka rata-rata mengincar luar negeri. Saat ini hampir 80% tenaga perawat di Saudi berasal dari Philipina.

Di India, sistemnya sama dengan Indonesia yang masih memakai sistem D3 atau diploma in nursing, hanya saja untuk sarjana keperawatan tetap 4 tahun. Perawat dari D3 ke D4 levelnya sama dengan S1 asalkan lulus board exam bertaraf internasional yang soalnya sangat sulit sekali. 

Teman india berujar, dari sejak SD hingga kuliah, guru atau dosen mereka selalu menanamkan semangat agar mereka bekerja di luar negeri, karena tidak hanya belajar bagaimana menjadi mandiri tapi juga kiriman uang dari luar negeri akan menambah devisa bagi negaranya. Di Saudi, perawat India menempati urutan kedua dari persentase perawat yang bekerja.

Saat saya menjelaskan sistem di Indonesia, mereka banyak bertanya. Seolah tidak percaya bahwa sarjana keperawatan dengan licence ditempuh dalam waktu 5 tahun. Saya menjelaskan bahwa waktu belajar 4 tahun di Indonesia disebut BSN Candidate (Calon Sarjana) bukan BSN (Sarjana Keperawatan)layaknya di negara mereka. 

Lantas ketika ditanya cara mendapatkan licence, saya menjelaskan bahwa sistem mengharuskan kita menempuh clinical study selama 1 tahun baru kemudian mendapatkan licence dengan terlebih dahulu melewati ujian bertaraf nasional.

Diskusi ini menarik sebenarnya untuk diceritakan, agar kita bisa memaknai, memberi kritik atau sekedar menggali sistem keperawatan yang ada di Indonesia. Saya tidak bermaksud bahwa sistem kita tidak baik tapi kadang kekurangan yang ada membuat kita bertanya dan merenung mengapa harus lama sekali menempuh pendidikan keperawatan di negara ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline