Ada sebuah anekdot lalu lintas yang menarik. " hati-hati kalau berkendara di jalanan, jangan sekali-kali melanggar, berusahalah jadi orang baik, karena meskipun polisi tak ada lagi di jalanan menilangmu, tapi masih masih CCTV yang selalu mengawasimu".
Anekdot itu seolah menjelaskan bagaimana peran AI menjadi "mata pengganti" memantau segala sesuatu yang terjadi di jalan raya.
Di tahun 2021 saat Kapolri Jendral Sigit Listyo Prabowo dilantik, program Polri Presisi juga di resmikan. Presisi merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan. Pengembangan dari jargon Promoter yang merupakan abreviasi dari profesional, modern dan tepercaya.
Polri melengkapi aktifitasnya dalam menertibkan lalu lintas dengan tambahan teknologi modern. Pihak Dishub juga telah mengupayakan penggunaan AI sebagai solusi. Sehingga kemudian kita mengenal penggunaan teknologi tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE), Sistem tilang yang menggunakan basis teknologi informasi dengan perangkat utama berupa kamera ETLE dan Electronic Road Pricing (ERP).
Konurbasi, Overload kendaraan dan Kurangnya Moda Transpotasi Publik
Kemacetan lalu lintas memang menjadi tantangan besar yang dihadapi oleh banyak kota di seluruh dunia. Apalagi kota-kota besar terutama Ibukota Jakarta yang telah mengalami kemacetan yang akut.
Terutama karena urban sprawl atau peluberan atau perluasan kota yang tak terkendali, sehingga daerah-daerah permukiman kumuh (slum) menjamur dan membuat wilayah perkotaan tersita untuk permukiman liar. Terutama di mulai dari daerah-daerah urban di pinggiran (urban fringe).
Konsekuensi lain juga berpengaruh pada luasan lahan yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk area publik, justru hilang di telan slum.
Rumitnya masalah Jakarta lainnya, adalah perkembangan kota yang tidak terarah, dan cenderung membentuk konurbasi antar kota inti dengan kota-kota sekitarnya. (konurbasi; wilayah terdiri dari sejumlah kota, kota besar, dan daerah perkotaan lainnya, melalui pertumbuhan populasi dan ekspansi fisik, telah bergabung membentuk satu daerah perkotaan yang berkelanjutan atau kawasan industri yang dikembangkan.) Konurbasi berkecenderungan memancing urbanisasi.
Jika wilayah konurbasi lalu lintasnya di lengkapi dengan perangkat AI penunjang pengaturan lalu lintas, mungkin akan menurunkan tingkat pelanggaran lalu lintas. Karena wilayah konurbasi menjadi kawasan rawan karena merupakan gabungan dari konektifitas beberapa wilayah kota yang membentuk satu kawasan industri baru.
Disisi lain bebijakan pengaturan lalu lintas seperti penerapan ERP untuk mengerem laju penggunaan kendaraan pribadi juga tak memberi solusi memadai. Apalagi antara luasan sarana dan prasarana jalan tidak seimbang dengan perkembangan pertambahan jumlah kendaraan setiap tahunnya, terutama kendaraan sepeda motor.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) ada 16,5 juta unit sepeda motor di DKI Jakarta pada 2021. Selain sepeda motor, DKI Jakarta juga menampung 4,1 juta unit mobil penumpang, 785,6 ribu unit truk, dan 342,7 ribu unit bus.
BPS mencatat jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta terus meningkat tiap tahunnya. Dalam lima tahun terakhir, peningkatan paling pesat terjadi pada tahun 2021, yakni bertambah 7,60% menjadi 21,76 juta kendaraan bermotor. Sehingga menjadi pemicu kemacetan yang semakin parah.
Moda transportasi umum juga masih kurang untuk memenuhi kebutuhan penggunanya, disamping tingkat kenyamanan yang masih harus ditingkatkan agar moda transport umum menjadi alternatif untuk mengurangi kemacetan.
Saat ini seluruh transportasi publik yang beroperasi hanya mampu mengangkut maksimal tujuh juta (0.08 persen) penumpang per hari. Padahal pengguna transportasi umum, terdapat 88 juta perjalanan di kota penyangga dan Jakarta setiap hari. Kekurangan moda transportnya mencapai 99,92 Persen.