Apa yang kita lakukan di kedai kopi selain ngopi?. Atau biarkan saja ngopi sekedar ngopi. "Pusing mikir cicilan ngopi-ngopi-ngopi, pusing mikir tagihan ngopi-ngopi-ngopi, ngopi maszeh!, begitu lirik lagu hit Happy Asmara yang berasta-masta dengan band Rastamaniez.
Bagaimana jika bicara edukasi di warung kopi?. Barangkali akan ada yang bilang "salah kamar". Tapi pernahkah dengar cerita yang nyaris sulit dipercaya, jika Edmund Halley-penemu komet Halley dan Isaac Newton-pencetus hukum grativasi, ternyata pernah bereksperimen di atas meja, dimana cangkir kopi biasa disuguhkan. Mereka ber-sains ria di warung kopi!.
Akan lebih aneh lagi jika kita tahu ada sebuah pusat penelitian sains di London pada abad 17 yang bernama The Grecian Coffee, persis nama warung kopi.
Farid Wajdi mantan rektor UIN di Aceh pernah protes keras dan menganggap warung kopi tak akan pernah bisa menyatu dengan tradisi keilmiahan. Mana bisa ruang kongkow, ruang rileks, bisa kompromi membangun tradisi keilmuan. Bicara sains, ekonomi, politik apalagi agama dalam satu meja.
Beliau terlanjur antipati atas paradigma" warung kopi adalah tempat dimana seluruh perbuatan sia-sia berkumpul". Maka warung kopi berakhir menjadi kambing hitam, keresahan sosial dan perubahan budaya.
Apakah warung kopi biang tak berkembangnya produktifitas dan intelektualitas?. Meskipun sulit menemukan kausalitas. Apalagi saat ini ketika warung kopi dilengkapi dengan jaringan Internet Provider IndiHome dari Telkom Indonesia. Segala informasi tentang itu bisa diakses diIndiHome dan Paradigma Terbalik
Telkom wilayah Aceh kini menyajikan banyak wifi.id , paling tidak di 1.097 kedai, resto dan caf di Aceh dan membuka WiFi.id corner alias WiCo. Semua tersedia secara gratis namun berkecepatan tinggi. Kehadiran WiCo menjadi magnet baru geliat warung kopi, tak melulu hanya ruang minum kopi.
Barangkali kita pernah dengar jika JK Rowling penulis serial Harry Potter yang fenomenal juga memanfaatkan kafe tempatnya menunggu anaknya pulang sekolah untuk menulis beberapa serial Harry Potter. Begitu juga dengan Peter Adamson, seorang peneliti pemikiran Islam dari Amerika menggunakan warung kopi untuk menuntaskan karya-karya hebatnya.
Apalagi Warung kopi dilengkapi jaringannya yang kencang, bisa dipastikan cukup signifikan-bahkan lebih dari institusi yang dibuat khusus untuk menciptakan ide dan kontribusi positif.
Kita butuh memikirkan kembali paradigma yang terbalik soal funsi warung kopi, dari fungsi yang cenderung kapitalis menjadi lebih kontributif.
Tentang Penny University
Tentu saja yang menggoda untuk dijadikan diskusi hangat adalah soal "lenyapnya" Penny University alias universitas seharga koin. Karena segelas kopi ketika gagasan ini muncul masih seharga penny.