Lihat ke Halaman Asli

Hanif Sofyan

TERVERIFIKASI

pegiat literasi

Ketika Keluarga Menjadi Pelaku Kekerasan Anak, Bagaimana Kita Bertindak?

Diperbarui: 6 Oktober 2022   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi-kekerasan anak-kotamobagus.com

111111100-mv5bm2jjmmizowutngm1mi00mtvjltllyzctztjlnjbjzjzlnzhkxkeyxkfqcgdeqxvymtkxmzmymti-v1-sy1000-cr006751000-al-63350c8f08a8b513f46c8892.jpg

ilustrasi-gabriel-bbc

Kasusnya tidak sedikit terjadi di Indonesia, tapi ini adalah bagian dari kontemplasi kita. Bagaimana kita harus bertindak, berbuat ketika kita menjadi saksi dari sebuah kekerasan yang menimpa anak-anak dimanapaun mereka berada.

Membaca kisah ini, kita merasa ikut marah atas ketidakpedulian orang yang notabene bekerja untuk urusan perlindungan anak, dan cara mereka menindaklanjuti sebuah kasus. Inilah yang diyakini oleh banyak orang tentang bahayanya penyelesaian kasus yang serba tanggung terhadap kasus kekerasan yang menimpa anak-anak kita.

Ilustrasi gambar-Gabriel Fernandez- Twitter/KNXmargaret

Entah karena teman sebaya, penjahat di medsos, senioritas, temas sekelas, okum guru di sekolah, maupun oleh orang tuanya sendiri. Solusi yang tidak ditindaklanjuti dengan pengawasan intensif, hanya berhenti pada saat kasus terjadi menjadi sebuah solusi fatal dalam banyak kasus yang justru menjerumuskan korban pada kematian.

Kita beranggapan urusan keluarga adalah privacy dan hal itu menjadi urusan masing-masing orang tua. Namun jika kita menemukan kecurigaan apalagi didukung bukti, bukan tidak boleh kita bertindak lebih jauh.

Bahkan suara tangis anak tetangga yang tidak biasa, bisa menjadi bagian dari alasan kita untuk peduli, dengan mengamati tentunya dengan berhati-hati melakukannya. Kekerasan yang terjadi di dalam rumah adalah sebuah bencana bagi anak.

Tak terbayangkan bagaimana situasi yang dihadapi seorang anak yang mendapat kekerasan dari orang tuanya, disertai dengan banyak ancaman. Anak-anak yang polos tak memiliki pilihan lain selain mengikuti apapun yang menjadi kehendak orang tuanya, sekalipun telah melakukan kekerasan kepadanya.

Anak-anak tidak mengetahui apakah orang lain di luar rumahnya juga peduli dengan nasibnya jika ia mengadu. Apakah ia akan mendapat pembelaan atas kekerasan yang dilakukan orang tuanya sendiri. Bukankah ia anak mereka dan tetangganya adalah orang lain yang tidak sepenuhnya diharapkan bisa membantunya dari kekerasan.Mungkin yang dirasakan seorang anak ketika mendapat kekerasan dari orang tuanya.

Bahkan ketika tetangga yang menanggapi dengan sekedarnya justru membuat kekerasan yang diterima anak semakin brutal. Banyak kasus anak-anak memutuskan melarikan diri dan hidup menggelandang, namun justru mendapat kekerasan lain di luar rumah. Dan tindakan paling fatal, melakukan bunuh diri.

Kisah Gabriel

Apa yang terjadi pada anak laki-laki bernama Gabriel Fernandez, adalah sebuah contoh nyata bagaimana anak-anak tak memiliki jalan keluar dari masalah kekerasan yang menimpanya, apalagi dilakukan orang tuanya. Orang lain yang dianggap akan membantunya justru makin membuatnya tersiksa.

Dan alasan kekerasan orang tuanya juga sulit dijelaskan kebenarannya. Akibat masa lalu Gabriel bersama pamannya, itupun akibat persoalan ekonomi keluarga. Gabriel berada di posisi serba salah.

Sebagai anak, kelahirannya tak diharapkan orang tuanya, karena ia telah memiliki 2 saudara (1 saudara perempuan dan 1 saudara laki-laki). 

Tapi kebaikan hati Michael yang tak lain saudara dari ibunya, menyebabkan ia terlahir. Gabriel akhirnya diasuh Michael sejak awal kelahirannya.  Michael adalah seorang laki-laki kelainan seksual dan memiliki pasangan yang bernama David. Selama 4 tahun Gabriel diasuh oleh Michael dan juga David. Mereka menyayangi keponakannya itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline