Lihat ke Halaman Asli

Hanif Sofyan

pegiat literasi

Zoonosis Lagi, Kali Ini Monkeypox, Meskipun bukan Monyet Biangnya

Diperbarui: 4 September 2022   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi-cacar monyet-suara merdeka

Kali ini monyet yang jadi kambing hitamnya nama penyakitnya. Untungnya ia jenis primata yang tak bisa protes seperti kita. Meskipun sebenarnya cacar monyet dugaan awal penyakit terdeteksi dari anjing peliharaan yang terinfeksi oleh tikus yang berasal dari wilayah Afrika, bukan dari monyet, meskipun namanya cacar monyet alias monkeypox.

Mengapa setelah pandemi Covid-19  beralih menjadi endemi, begitu beruntun munculnya varian baru penyakit. Seolah kita menjadi lebih rentan, atau justru biang penyakit yang semakin imun dan menemukan varian genetik baru.

Ternyata jauh sebelum adanya kehidupan manusia – atau kehidupan lainnya – organisme sel tunggal, bakteri, virus, dan mikro-organisme lainnya sudah ada. Berkembang di atmosfer bumi, terus hidup dan beradaptasi melalui transmisi.

capture-jpg-630a4386e099ec2fb40aa475.jpg

ilustrasi-cacar monyet-vaxcorpindo

Dalam rasa skeptis dan pesimis, saya teringat buku Panic karya Slavoj Zizek, pemikir Slovenia yang produktif sekali menulis dan disebut sebagai filsuf 'kiri' paling ditakuti dunia 'barat' ini, baru saja merilis buku berjudul Pandemic! Covid-19 Shakes the World. Menurutnya kemunculan penyakit berkaitan dengan "persaingan dan motif ekonomi-politik".

Tapi tak perlu dibahas panjang lebar karena sudah menyerempet idiologi kanan  versus kiri dan soal pelik politik lain-lainnya.

ilustrasi -cacar monyet-DW

Ini tentang Cacar Monyet

Setelah kalelawar, kemudian sapi, kini giliran monyet jadi biang keroknya. Barangkali kalau menyebut nama manusia, negara atau sesuatu yang bisa memancing SARA, akan menjadi sensitif. Cacar monyet (monkeypox) jenis penyakit yang tergolong zoonosis, yakni penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.

Virus monkeypox atau kita kenal dengan istilah cacar monyet,  menyebar melalui kegiatan kontak langsung dengan pengidap serta terkena bagian tubuh yang terkontaminasi.

Gejalanya, muncul bercak cacar di tubuhnya diantaranya muka, telapak tangan, kaki, dan sebagian alat genitalia (atau organ seksual), dengan disertai gejala seperti flu, diserai rasa lelah dan nyeri, serta  pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati). Kemunculan ruam pada kulit dimulai dari wajah, lalu menyebar, hingga menjadi luka kering dan rontok.

Namun kewaspadaan standar yang diterapkan, kurang lebih sama dengan penanganan covid-19. Mengurangi kontak langsung, mengurangi interkasi di ruang publik, menjaga higienitas--termasuk memakai masker sebagai pencegahan standar. 

Bahkan kita harus lebih waspada dengan alat dan ruang aktifitas kita. Pakaian, perangkat alat makan-minum, kursi, tempat tidur, kendaraan. Konon lagi dengan alat perangkat untuk mandi, sabun (mengurangi penggunaan sabun batang), atau handuk (tidak boleh dipakai bersama), agar tidak tertular.

Kekuatiran yang muncul, bisa saja ini akan menjadi pandemi karena variannya yang baru. Secara umum varian ini lebih kuat dari varian sebelumnya dan cara penyebaran serta masa inkubasinya juga mengalami perkembangan genetiknya. Jadi variasi tingkat penyebaran dan cara penyebarannya tidak jauh berbeda dengan cacar sebelumnya.

Menurut para epidemiolog, varian jenis ini memiliki riwayat perkembangan yang panjang, sejak terdeteksi awal di Kopenhagen, Denmark pada tahun 1958. Sedangkan kasus cacar monyet pada manusia baru ditemukan pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo, Afrika. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline