Mengulik tradisi berlebaran punya banyak cerita. Di Keraton Yogyakarta ada prosesi Ngabekten atau tradisi sungkeman, di Papua ada tradisi Hadrat Kaimana. Jangan tanya kalau soal kuliner, di Sulawesi di kenal Ma’burasa’-bahasa Bugis dan Makassar, yang berarti membuat burasa’.
Burasa’ sendiri adalah kuliner tradisional berbahan beras dicampur santan yang dibungkus daun pisang dan diikat secara khusus. Jenis kuliner lebaran yang wajib selain ketupat, nasi likku yang dihidang saat massiara’-silaturahmi hari raya. Di Aceh juga dikenal Lemang Bambu, yang disajikan dengan selai srikaya.
Di banyak tempat lain, di seantero Nusantara, ada ribuan tradisi, baik, permainan, kuliner, perayaan yang bisa membuat lebaran jadi penuh sukacita. Aceh juga punya cerita yang sama seperti yang lainnya.
Singkatnya, saat lebaran, ada banyak cara merayakannya. Orang menyambutnya karena telah "berhasil" berjuang meraih puncak pencapaian setelah puasa Ramadhan sebulan penuh. Mengapa kemudian disebut Idul Fitri, karena merupakan sebuah "hari baru-yang suci".
Orang kembali fitrah-suci. Tapi disanalah justru tantangan ber-peri hidup baik dimulia. Seandainya dengan hari baru, jati diri baru, orang bertambah baik, pastilah dunia akan semakin bertambah baik.
Tradisi Saman Lebaran dan Bejamu Saman
Tradisi berlebaran di Aceh, terlihat dalam tradisi saling berkunjung yang meriah. Berpawai takbir di malam lebaran. Sedangkan anak-anak, seperti di tempat lain, bermain kembang api atau petasan di malam harinya. Tapi bukan petasan sulut yang besar.
Di kampung yang lebih dalam, anak-anak meluapkan kegembiraan dengan meriam bambu.
Konon di jaman perang kolonial, meriam bambu itu digunakan sebagai cara mengelabui tentara kolonial Belanda. Meriam itu di pasang di pinggiran sungai yang menghadap jalur yang biasa dilewati tentara Belanda. Ketika iringan tentara lewat, mereka akan menyulut meriam bambu dengan suara "terkeras", diiringi dengan tembakan bedil. Moncong meriam bambu dibuat dengan hiasan seperti kepala meriam besar, sehingga terlihat seperti senjata artileri berat.
Tapi, ada bentuk tradisi lain yang unik dan menarik ada di Gayo Lues. Lebaran disana, melambangkan sukacita sebenarnya.
Orang pasti sudah mengenal Tari Saman, yang dijuluki "tarian tangan seribu", sama populernya seperti tari daerah lain yang sangat ikonik. Apalagi tari saman sudah tercatat oleh UNESCO sebagai kekayaan Budaya Bukan Benda yang harus dilestarikan.
Julukan Tarian Tangan Seribu, bukan karena jumlahnya, tapi karena ritmis gerak tangan dalam tarian itu begitu cepat, dinamis, tapi rampak-seragam dan serasi, meski di-tarikan oleh banyak orang.