chatnews
Pornografi dan seksualitas adalah sekeping mata uang. Seksualitas sudah setua umur manusia. Manusia mulai mengenalnya sejak Adam-Hawa turun ke bumi karena buah Khuldi.
Mulanya, ketika Kabil-Habil berseteru, tentang rupa dan daya tarik seksualitas, hasrat alamiah-kodrati, karena adanya nafsu dalam tubuh manusia. Insting alamiah itu berkembang, sebagai bagian dari cara manusia ber-regenerasi, membiakkan keturunan.
Suatu ketika dalam sebuah riwayat nubuah diceritakan, nafsu diperintahkan untuk tunduk kepada sang pencipta, tapi ia menolak. Maka selama 1.000 tahun ia mendekam di neraka.
Ketika kali kedua ia dihadapkan pada sang pencipta, sekali lagi ia menolaknya. Dan kali ketiga ia baru mengiyakan, bahwa Tuhan adalah penciptanya. Nafsu keras kepala, dan ia menularkannya kepada kita.
Nafsu Alamiah yang Tabu
Baca artikel antipornografi lainnya; Empat Tahap Pornografi Mengubah Anak Menjadi Predator
Masih ingat dengan film Basic Instinct (1992), garapan sutradara Paul Verhoeven, film bergenre detektif yang dibumbui dengan unsur misteri, thriller, klasik, dan erotisme?.
Bintang Sharon Stone, Michael Douglas, George Dzundza, dan Jeanne, menjadi bincang dan debat ketika film ini diluncurkan. Tentang pantas atau tidak pantas dijadikan tontonan. Film ini kontroversial di zamannya karena mengeksploitasi sensualitas secara vulgar.
Padahal basict instinct adalah sebuah kondisi alamiah, bukan sesuatu yang spesial, melekat dalam diri setiap orang. Hanya cara mengimplementasikan dalam wujud sebagai seksualitas, erotisme, pornografi , moral estetika yang berbeda cara.
Memahaminya saja bisa berbeda-beda, sebagian menganggap tubuh-seksualitas dan erotisme adalah performance art, lainnya menganggap murni sebagai pornografi. Sekali lagi ini soal cara pandang. Apalagi pemaham agama-religiusitas.
Di era basict instinct, materi seksualitas masih lebih banyak dalam format cetak, offline-stensilan daripada benda digital. Sehingga tak mudah "menemukan" konten bermuatan pornografi. Bahkan ketika itu, seksualitas, lebih banyak muncul dalam narasi-narasi daripada visual.
Novel "Harimau" karya Mochtar Lubis adalah salah satu novel sastra klasik yang didalamnya memuat kisah tentang kehidupan "gelap" dengan esensi bumbu seksualitas yang terbalut sastrawi.