Apa kira-kira pertimbangan paling logis dari kebijakan Pemerintah menurunkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), dengan sistem pembayaran jaminan hari tua bagi buruh yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) baru bisa diambil apabila buruh di PHK pada usia 56 tahun. Apakah momentumnya tepat, atau justru kebikan ini melawan arus kondisi ekonomi krisis?.
Ini menjadi salah satu pembuka kedok pemerintah atas ketidakberpihakannya pada buruh. Artinya UU Omnibus Law, masih menyisakan "bara" dalam sekam yang bisa membuat gejolak baru-konflik horizontal antara para buruh yang masih menunggu sinyal baik dari pemerintah untuk membatalkan, atau paling tidak merevisi yang artinya juga mengakomodir suara para buruh yang makin terjepit nasibnya.
Bahkan kenaikan UMP 2022 saja menjadi wujud ketidakadilan, karena diikuti dengan kenaikan harga-harga barang yang seperti biasa, Pemerintah menyalahkan mekanisme pasar yang bergerak secara normal mengikuti gejolak kenaikan pendapatan.
Tak lama setelahnya, gas tak bersubsidi juga dinaikkan. Meskipun dengan alasan, kenaikan ini mengikuti perubahan kenaikan harga gas yang sudah lama terjadi. Tapi momentumnya seperti di letakkan pada saat kenaikan UMP, sebagai cara menghadirkan "kebijakan penyerta", sebelum terjadi kenaikan harga komoditas tertentu agar gejolaknya tidak merata ke semua kelompok.
Cateris paribus, kelompok pengguna gas melon bisa diabaikan karena tidak menjadi bagian yang "dirugikan" dengan kenaikan gas, tapi nyatanya juga menjadi korban tidak langsung-atas kenaikan harga-harga sembako.
Kebijakan dengan persepsi ganda
Pernyataan Menaker bahwa, manfaat JHT seharusnya tidak digunakan pada masa hari tua sebelum waktunya tiba. Karena menurut Menaker, tujuan JHT adalah untuk menjamin adanya uang tunai di hari tua. Klaim JHT dapat diambil sebagai persiapan memasuki pensiun dengan ketentuan telah memenuhi masa kepesertaan minimal 10 tahun. Nilai yang diklaim yaitu 30% untuk perumahan dan 10% untuk keperluan lainnya. Pertimbangan paling logis, kata Menaker adalah mewujudkan komitmen pemerintah memberikan perlindungan terhadap kehidupan peserta.
Kebijakan ini dikaitkan dengan skema perlindungan, yang akan mengcover beberapa kondisi, seperti adanya hak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Selain itu peserta juga akan mendapatkan manfaat JKP di mana juga terdapat manfaat uang tunai dengan jumlah tertentu disamping adanya akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja. Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan, pada 2 Februari 2022 .