republika
Apa syaratnya?. Mengapa Indonesia harus ada disana dan bagaimana caranya?. Sesulit apa tantangannya?. Inilah mudahnya membuat pertanyaan, tapi begitu sulit menjawabnya, karena jawabannya berpeluang salah.
Mari kita urutkan data keleidoskop sejak setahun belakangan-2021.
Pertama; Indonesia menjadi runner up ke-6, Piala AFF 2020. Artinya ada 6 "kemenangan", tapi tidak sepenuhnya kita menangkan.
Kedua; Kita sudah berganti pelatih yang ke-5, 3 kali dalam periode Piala AFF (2002-2016--4 kali runner up dan 2 kali penyisihan), semuanya orang asing yang kita anggap punya kapasitas sebagai pelatih yang bisa membawa Indonesia ke tangga juara. Dari pelatih asal Rusia, Anatoli Polosin, hingga Shin Tae- yong, Hasilnya, salah satunya 6 kali runner up itu.
Ketiga; Kita juga sudah dua kali menggunakan "jalan pintas"-memborong pemain naturalisasi. Pertama kali, memilih semuanya orang asing alias berdarah murni "orang asing". Dan "belajar dari kegagalan itu", kali ini kita memilih naturalisasi asal tim-tim top Eropa, tapi semua naturalisasi itu punya "benang merah" dengan darah Indonesia.
Keempat; FIFA menggugurkan aturan lama dan melahirkan aturan baru. Salah satunya adalah membuka peluang tambahan kouta bagi 48 tim, dulu hanya 35 tim untuk bisa masuk dalam kualifikasi Piala Dunia 2026. Artinya ada tambahan 8 slot dari hanya 4 slot sebelumnya di zona Asia.
Sebelum itu bisa menjadi berita yang menggembirakan, ada "korban" yang harus dilangkahi dulu agar bisa menjadi jawara. Piala Asia 2023 akan segera digelar dan kualifikasinya akan dimulai kurang dari 6 bulan dari sekarang, pada Juli 2022. Siapa yang harus dilangkahi sebagai "korbannya"?. Bisa jadi Thailand, Vietnam, Malaysia, semuanya mantan juara AFF, ada yang hanya sekali, ada yang berkali-kali sampai bosan, seperti Thailand. Jadi dari sini, langkahnya sudah mulai "terjal" untuk melenggang ke Piala Asia 2023.
Kelima; Australia masuk dalam zona wilayah Asia, karena lintas benua. Peluang yuang sama juga berlaku bagi Indonesia untuk menjajal zona lain. Siapa tahu lawan yang berbeda akan memberi dampak psikologis yang berbeda. Hanya saja jika berhasil mengisi kemenangan dalam zona Oceania itu, harus berhadapan dengan juara Comeball. Jadi, jika tidak mau pusing, maka opsi ini bisa diabaikan saja. Opsi ini dimungkinkan, karena sebagian wilayah Indonesia (Papua Nugini-masuk wilayah lintas benua, Asia- Australia)
Keenam; Fakta, bahwa banyak pemain timnas yang secara individu bergabung dengan tim-tim luar, menunjukkan performa yang luar biasa. Terlihat berbeda sekali jika mereka "bermain dikandang sendiri", atau dengan teman sendiri.
Apakah anggota klub lain, negara lain, lapangan tandingnya, suasana latihannya, pelatihnya atau mungkin asupan makanannya, atau bayarannya, yang menjadi penyebab mereka berprestasi lebih baik?. Pelatih harus mencari tahu dan PSSI sebagai induk persepakbolaan Indonesia harus bisa "mengatasi" masalah itu, jika memang itu penyebabnya.