Lihat ke Halaman Asli

Hanif Sofyan

TERVERIFIKASI

pegiat literasi

Susahnya Jika Harus Memilih, Punya Anak Pintar, Atau Anak Bahagia

Diperbarui: 11 Maret 2022   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

popmama.com

Orang tua kita sering menasehati kita, belajar yang rajin, biar pinter, nanti bakal jadi orang sukses. Tapi Clifton Dan Rath,dari Harvard University meneliti tentang Emosi Positif, lebih tepatnya mencari hubungan antara IQ tinggi dengan tingkat kebahagiaan dan kesuksesan. Dan mereka menemukan sesuatu istimewa tersebut.

Pertanyaan kuncinya, apakah sebaiknya kita mendidik anak pintar atau anak bahagia?. Jika harus memilih salah satu, pastilah setiap orang tua akan menjawab, "anak bahagia".

why-intelligent-people-fail-to-be-happy-620eb4bdbb448650c9415ba2.jpg

kaskus

Dengan kata lain prioritas dari mendidik adalah membuat anak bahagia. Buat apa pintar, cerdas tapi tidak bahagia. Bagaimanapun bahagia tidak dilarang meskipun IQ kita "jongkok".

Bahagia atau pintar

16475737-303-6207db12b4616e17bc13ac32.jpg

dw.com

Jadi apa sebenarnya harapan kita ketika memasukan anak kesekolah dan mendapatkan pendidikan?.Ada tiga hal yang harus menjadi titik fokus perhatian kita, dalam proses pendidikan, salah satunya untuk membuat anak-anak tak sekedar punya IQ tinggi, tapi juga punya karakter untuk menjadi sukses.

Pertama; melejitkan daya ke-manusiaan dengan memiliki kreatifitas dan daya imajinasi. Semakin tinggi kedua faktor itu, membantu manusia menciptakan banyak gagasan yang semakin memudahkan hidup mereka. Anak-anak tidak hanya harus sehat mental, namun juga harus sehat sosial. Anak-anak yang berinteraksi lebin intensif dengan lingkungan sekitar akan memiliki sikap yang lebih dinamis, fleksibel, dan penuh imajinasi. Daripada anak-anak yang terkurung dan hanya bergaul dengan lingkungan terbatas.

Kedua; meningkatkan kecerdasan untuk hidup yang lebih baik. Seperti di sampaikan Robert Kiyosaki, ada kecenderungan anak-anak yang bernilai C justru lebih banyak menjadi pemimpin bagi anak-anak bernilai A. Karena faktor karakter C yang cenderung tidak terbebani dengan persoalan mendasar, seperti ketakutan gagal. Sedangkan anak-anak bernilai tinggi cenderung terbiasa untuk takut gagal karena terbiasa dengan ukuran-ukuran yang kaku tentang nilai saja.

Ketiga; agar setiap manusia memiliki karakter-moralitas yang baik. Apa yang lebih berharga dari sebuah moralitas yang baik yang diterima langit dan bumi. Meskipun ada asumsi yang mengatakan untuk sukses harus "banyak bersikap intoleran", karena terlalu toleran membuat semua "otorisasi" berjalan lambat. Dalam banyak realitas yang terjadi, pada akhirnya sikap dan emosi positif justru yang bisa membuatnya lebih bahagia di atas kesuksesan yang diraihnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline