Lihat ke Halaman Asli

Hanif Sofyan

TERVERIFIKASI

pegiat literasi

Sebagai "Raja Baterai Listrik", Zero Emisi Indonesia, Kenapa 2070?

Diperbarui: 11 Januari 2022   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

autonetmagz.com

CNBC Indonesia.com

Dua momentum besar abad 21, infeksi SAR-CoV-2 dan Perjanjian Paris-Paris Agrement (2015), menambah daftar panjang pekerjaan rumah kita dalam mandat menjaga bumi. Satu setengah tahun sejak Indonesia mengonfirmasi infeksi SAR-CoV-2 pertama pada 2 maret 2020, serangan virus ini telah menjangkau episentrum yang luas. Bahkan sejak ditemukan pada tahun 1960-an (HcoV-229E) telah bermutasi ke level enam (2019-nCoV-SAR-CoV-2, novel coronavirus).

Kesehatan masyarakat  mengalami krisis dramatis, pendidikan mengalami kemungkinan loss learning, berkah demografi mengalami kejutan mendadak. Bank Dunia mencatat, sejak 1871 sampai 2020, sudah ada 14 resesi ekonomi global yang terjadi. 

Resesi terberat pada tahun 1931 mengguncang 83,8 persen negara di dunia, namun resesi global tahun 2020 memecahkan rekor menghantam 92,9 persen negara. Dan diam-diam, dalam blunder pandemi, politik juga berkontribusi mengatasi sekaligus memanfaatkan momentumnya, menambah panjang resesi.

Masa depan anak Indonesia terancam akibat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan. Pendidikan mengalami stagnasi yang kritis, bahkan dalam jangka panjang learning loss sedang mengancam kita. Bisa jadi kita akan kerja keras, seperti Jepang paska kehancuran Hiroshima dan Nagasaki di PD II. 

Terdapat 4,3 juta anak tidak mendapatkan pendidikan sekolah dan 2,3 juta anak tidak bisa baca tulis. Ditutupnya sebagian besar sekolah membuat risiko ini menjadi jauh lebih tinggi, terutama bagi anak dari keluarga pra-sejahtera. Sebagian terancam dinikahkan dini, harus bekerja, atau tidak memiliki akses belajar jarak jauh.

Dalam kerangka kebijakan ekonomi keputusan pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PDBB) sejak April 2020 berdampak luas pada proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya menganggu kinerja perekonomian dan berdampak pada tingkat kemiskinan dan pengangguran yang bertambah. 

Badan Pusat Statistik dalam Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020, menunjukkan, sektor ketenagakerjaan tergerus, dampaknya 29,12 juta orang atau 14,28 persen dari 203,97 juta orang penduduk usia kerja terdampak pendemi. Jumlah pengagguran meningkat sejumlah 2,56 juta orang menjadi 9,77 juta orang. 

Jumlah pekerja formal turun 39,53 persen menjadi 50,77 juta orang dari total 128,45 juta penduduk yang bekerja. Sebaliknya, jumlah pekerja informal melonjak 60,47 persen menjadi 77,68 juta orang. (kompasmedia.com).

Langkah preventif

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline