Lihat ke Halaman Asli

Musik 2012: TWIT4PJ

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1327340065315248923

[caption id="attachment_157147" align="aligncenter" width="300" caption="Pearl Jam"][/caption] Saya tidak memahami obsesi orang-orang Amerika Serikat terhadap penjara. Film dengan latar penjara sepertinya sangat digemari, dan dihargai, disana. Sebut saja The Shawshank Redemption (1994). Film ini bahkan terpilih menjadi film terhebat sepanjang sejarah versi IMDB, sebuah portal lengkap mengenai segala hal terkait film.

Saya sendiri tidak begitu suka dengan kisah berlatar penjara. Terlalu gelap dan mengerikan.

Namun demikian, The Shawshank Redemption, seperti juga film-film hebat lainnya, memberi saya inspirasi. Memberi gagasan yang jelas, sebening kristal.

Dalam film itu, Andy Dufresne (tokoh utama) mendapat tugas mengembangkan perpustakaan penjara. Dalam upayanya mengembangkan perpustakaan itu hingga ke level yang tidak terbayangkan sebelumnya, dia menulis surat ke kongres dan instansi-instansi pemerintah lainnya. Intinya: meminta bantuan berupa buku bekas, fasilitas pendukung, dan dana.

Berapa banyak surat yang dikirimkan? Luar biasa banyak!

Setiap minggu dia mengirimkan surat ke berbagai pihak yang dianggap mampu membantu. Berulang-ulang selama bertahun-tahun. Sebagai seorang narapidana, sumber daya apa lagi yang dia miliki tanpa batasan kecuali waktu, bukan?

Dan upaya itu, ratusan (bahkan ribuan) surat itu, akhirnya membuahkan hasil!

Dengan bantuan dari berbagai instansi yang memenuhi permintaan dalam suratnya, perpustakaan di penjara tempat Andy Dufresne menjalani hukuman menjadi perpustakaan penjara tercanggih se-Amerika Serikat!

Dan disinilah saya, serta ribuan fans Pearl Jam di Indonesia lainnya. Terkulai seolah tanpa daya, di dunia nyata, mengharapkan keajaiban agar suatu saat nanti Pearl Jam bisa benar-benar konser di Indonesia. Sebuah mimpi yang, berdasarkan data terkini, adalah mimpi kosong di siang bolong.

Penjualan musik resmi Pearl Jam di Indonesia? Minim! Bahkan kalah jauh dibanding Singapura.

Disini nyaris semua orang teriak bahwa mereka muak dengan musik alay. Tapi ketika diminta membeli musik yang katanya mereka suka (termasuk Pearl Jam didalamnya, tentu saja), semua serentak gelengkan kepala. Merdu sekali paduan suara mereka menyerukan chorus andalan: “Ogah!”

Tapi tunggu dulu! Tidak membeli musik resminya bukan berarti ogah hadir di konsernya bukan? Coba perhatikan, di negeri ini, konser band besar luar negeri mana yang sepi penonton? Nyaris tidak ada!

Itu artinya kita punya audiens yang sangat besar. Itu artinya, terima kasih Tuhan, mimpi untuk nonton Pearl Jam konser di Indonesia sebenarnya bisa diwujudkan!

Ingatlah bahwa kita, berdasarkan hasil survey terkini, termasuk 5 negara dengan pengguna Facebook terbesar dan pengguna Twitter teraktif di dunia. Kita adalah bangsa yang cerewet. Itu, tak peduli secanggung apapun terdengar ditelinga, adalah sumber daya terhebat yang kita miliki saat ini.

Dan inilah inspirasi yang saya dapat dari The Shawshank Redemption: TWIT4PJ. Satu orang mengirimkan satu twit setiap hari ke Pearl Jam, berisi apa pun yang menyangkut/menyebutkan Indonesia, sepanjang tahun Naga Air yang diprediksi akan berjalan rumit dan penuh gejolak ini.

Jika Andy Dufresne bisa mengubah perpustakaan penjara dengan surat-suratnya yang tak kenal lelah, mengapa kita, ribuan fans Pearl Jam Indonesia, tidak bisa mewujudkan impian untuk nonton konser Pearl Jam di Indonesia dengan twit massal yang dirancang untuk tak henti menerjang seperti tsunami?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline