Lihat ke Halaman Asli

Wuri Handoko

TERVERIFIKASI

Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeologi Lingkungan, Maritim dan Budaya Berkelanjutan: Mewarisi Tradisi, Merawat Bumi

Diperbarui: 3 April 2022   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, Mengenal Filosofi dan Nilai Budaya Subak, Bali: Sumber: Kompas

Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim dab Budaya Berkelanjutan (PR ALMBB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumpulkan perisetnya yang tersebar di berbagai daerah yang sebelumnya bernaung di Balai Arkeologi (Balar) Se Indonesia. Sejak bergabung ke BRIN, maka para periset arkeologi, sejarah, antropologi, bahasa dan sastra terintegrasi ke Organisasi Riset Arkeologi Bahasa dan Sastra (OR Arbastra). Salah satunya adalah PR ALMBB. 

Plt. Kepala Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim dan Budaya Berkelanjutan, Marlon NR Ririmasse, baru-baru ini mengumpulkan para peneliti yang bekerja di PR ALMBB, untuk lebih memahami ruang lingkup bidang tugasnya. Dr. I Made Geria, M.Si, mantan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, yang sekarang sebagai peneliti Ahli Utama BRIN, didaulat menjadi mentor untuk lebih memperkenalkan khususnya menyangkut budaya berkelanjutan melalui pendekatan etnosains. 

Memahami bagaimana hubungan lingkungan masa lampau dan budaya berkelanjutan , tidak hanya mendeskripsikan saja, atau tidak sekedar membuat catatan etnografis, namun periset juga mampu menggunakan tools atau instrumen untuk mengukur tingkat keberlanjutan dari budaya itu sendiri. 

Kearifan Lingkungan dan Budaya Berkelanjutan  dalam Pendekatan Etnosains Riset Arkeologi

I Made Geria, periset ahli utama BRIN, seorang arkeolog senior memperkenalkan pendekatan etnosains dalam penelitian arkeologi, khususnya untuk mendalami tentang budaya berkelanjutan. Menurutnya, memahami budaya berkelanjutan selama ini masih sebatas melakukan deskripsi atau membuat catatan etnografi tentang budaya-budaya yang berlanjut dalam kehidupan masyrakat tradisional. 

Menurut Geria, Etnosains dapat kita definisikan sebagai perangkat pengetahuan yang dimiliki oleh suatu sukubangsa yang diperoleh dengan menggunakan metode serta mengikuti prosedur tertentu yang merupakan bagian dari ‘tradisi‘ mereka, dan ‘kebenarannya‘ dapat diuji secara empiris.

Dijelaskan Geria, etnosains, sebuah langkah menuju integrasi bentuk-bentuk pengetahuan ilmiah dan asli dalam pengelolaan sumber daya alam untuk masa depan. Integrasi kearifan lokal dan pendekatan etnosains ke dalam kerangka kontemporer untuk konservasi dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Akan menjadi semakin penting dalam kebijakan di tingkat internasional dan nasional, baik di negara-negara industri maupun negara-negara berkembang

Melalui pendekatan etnosains, katanya kita akan melihat bagaimana teknologi yang sudah dimiliki harus  atau sebaiknya dilakukan dalam konteks suatu kebudayaan tertentu. 

Misalnya saja, cara membuat rumah yang baik menurut pandangan orang Asmat di Papua; cara bersawah yang baik dalam pandangan orang Jawa, cara membangun sebuah kampung yang tepat menurut pandangan orang Batak, cara membuat bendungan yang baik menurut pandangan orang Bali, cara membuat perahu yang benar menurut orang Bugis dan sebagainya.

Ilustrasi : Kampung Adat Sumba, Sumber: Travel Kompas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline