Lihat ke Halaman Asli

Wuri Handoko

TERVERIFIKASI

Peneliti dan Penikmat Kopi

Rindang Pepohonan Desa Kenangan

Diperbarui: 4 Oktober 2021   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi lingkungan desa yang asri. Sumber : Dokumen pribadi

Setiap kali pulang ke desa masa laluku, selalu saja kenangan menyergap batinku. Dulu, di desa ini aku dibesarkan, tak ada kenangan yang paling lekat kecuali desa masa kecilku itu. Tak ada pekat, meski jelaga menjadi penghias dinding waktu. 

Desa yang asri, dengan rimbun pepohonan yang meramaikan jalanan. Rumah tertata rapi, meski masa lalu banyak dinding rumah masih dari bambu. Termasuk rumahku dulu, ketika aku kecil dan berpacu waktu. 

Setiap kali pulang kampung, selalu penuh haru memenuhi rongga dada yang terkurung. Rumahku dulu, kini menjadi saksi perjalanan yang dijejak kaki sang waktu. Dari masa kecil hingga saat ini, bocah kecilku menggantikanku di masa lalu. 

Setiap pagi masih sama seperti dulu. Udara yang segar dan berkabut turun dari pegunungan. Lalu menghampar ke sawah-sawah yang kini semakin terasa menyempit. Disesaki beberapa bangunan rumah yang dulu tidak ada, kini mendesak lahan persawahan. 

Aku mengenang-enang masa lalu yang seperti baru kemarin saja. Ku susuri pematang sawah pagi tadi dengan bertelanjang kaki. Aku rasakan denyut tanah masa lalu masih sama. Nafas kehidupan dari pori-pori tanah yang mengering dan terasa semakin sunyi. 

Tanah di desaku, seperti masa lalu yang melipatgandakan kenangan. Udara segar masih sama seperti dulu. Meski jejak-jejak kaki perjalanan banyak yang terhapus aspal dan beton. Aku menunggui senja, sama seperti dulu sewaktu senja masih di penghujung pematang sawah. 

Kenangan selalu menitipkan tanda tanya. Apakah tanah tempatku dulu dibesarkan, masih saja menjadi ruang untuk berpijak. Ataukah justru menghapus kenangan dengan jejak ruang baru meninggalkan waktu. 

Apakah desa masa laluku masih tetap penantian. Atau justru tanah yang tak lagi menitip kenangan. Desa yang dulu indah dan asri diramaikan rindang pepohonan. Apakah berganti aspal dan beton yang menghapus rindu dan harapan. 

Tapi aku masih ingat rumah di ujung jalan itu. Kini tampak lebih sepi. Rumah yang dulu, selalu saja kulewati, berharap gadis pujaan masa kecil terbawa mimpi. Gadis dan rumah itu kini hanya menjadi rias masa lalu. Dan aku masih teringat, semua perjalanan dalam mimpi dan terjerat waktu. 

Desa masa lalu penuh kenangan. Asri pepohonan masih saja bertahan. Aku selalu saja menitipkan rindu dan kenangan. Meski gadis pujaan, kini entah dimana. Ku titipkan doa pada kabut pagi yang selalu terjaga. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline