Lihat ke Halaman Asli

Wuri Handoko

TERVERIFIKASI

Peneliti dan Penikmat Kopi

Bersama Arkeolog WNA, Produktif Bersama

Diperbarui: 24 Januari 2021   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kerjasama penelitian arkeologi Puslit Arkenas dengan Griffith University (Dok. Arkenas). Sumber: Majalah Tempo

Bagi kalangan arkeologi, melakukan riset bersama Warga Negara Asing (WNA) sudah menjadi hal biasa dan lumrah. Banyak arkeolog bule Eropa, diantaranya yang sering adalah Belanda dan  Perancis, juga dengan Amerika Serikat dan Australia seringkali melakukan kerjasama riset arkeologi di Indonesia. 

WNA di mata WNI, khususnya kalangan arkeologi sering menjadi mitra kerjasama penelitian. Banyak kalangan arkeolog Indonesia saking seringnya berkolaborasi dengan para arkeolog asing/bule, baik di lapangan maupun dalam proses publikasi ilmiah bersama, seringkali bahkan menjadi sahabat kental di luar profesinya sebagai peneliti arkeologi.

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) maupun beberapa universitas di Indonesia, sering menjadi counterpart penelitian kerjasama dengan universitas maupun lembaga penelitian arkeologi luar negeri. 

Puslit Arkenas, sejak awal berdirinya lembaga tersebut, sudah sering melakukan kerjasama penelitian arkeologi. Bahkan bicara sejarah berdirinya lembaga arkeologi pemerintah, maka besar peran dan konstribusi para arkeolog asing itu, terutama arkeolog Belanda, sejak sekitar tahun 1913. 

J.A Brandes, adalah tercatat arkeolog Belanda yang pertama kalinya meletakkan dasar bagi perkembangan arkeologi Indonesia, terutama dalam bidang tulisan kuno. 

Pada tahun 1894, J.L.A Brandes untuk pertama kalinya menemukan Kitab Negarakertagama, yang sangat popular menjadi rujukan di kalangan arkeologi, sejarawan bahkan filologi dan antropologi.  

Selain nama Brandes, arkeolog bule pertama lainnya yang terkenal adalah N.J Krom, yang kemudian dikenal sebagai tokoh yang mendirikan Oudihiekendige Dienst (Dinas Purbakala), untuk pertama kalinya di tahun 1913, di Indonesia yang saat itu dikenal dengan Hindia Belanda. 

Ilustrasi Pemugaran Candi Siwa (Dok. Oudheidkundige Dienst . 1920). Sumber : BPCB Jawa Tengah (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/)

Selanjutnya berturut-turut, ada arkeolog Belanda lainnya yang tak kalah populer dan tak kalah penting dan besarnya peran dan meletakkan pondasi kemajuan arkeologi Indonesia, hingga sekarang ini. Mereka adalah FDK Bosch dan W.F Stuterheim. 

Bosch adalah orang Belanda yang memimpin Dinas Purbakala pada tahun 1914, dan orang yang paling berjasa dalam melahirkan UU Cagar Budaya yang kita kenal sekarang ini. Di masa beliau, tahun 1931 lahirlah Monumen Ordonantie, sebuah aturan mengenai pemugaran cagar budaya, dan juga aturan hukumnya. 

Sejak kepemimpinan Bosch itu, Indonesia atau Hindia Belanda pada masa itu mulai dikenal dan sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di duniadalam soal perkembangan arkeologi baik bidang prasejarah, kebuudayaan, arsitektur, epigrafi maupun bidang ilmua humaniora lainnya yang berkiatan dengan arkeologi.   

Setelah Bosch, masa berikutnya dikenal tokoh arkeolog Belanda W.F Stuterheim, yang menggantikan Bosch memimpin Oudihiekendige Dienst (Dinas Purbakala) Hindia Belanda. Di tangan Stuterheim, penelitian arkeologi lebih berkembang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline