Saya menyaksikan malam detik-detik menjelang Hari Raya Natal Tahun 2020, dari rumah saja. Tahun ini adalah pengalaman pertama, malam natal saya isi dengan menulis Kompasiana.
Meski demikian, siang nanti saya sudah merencanakan mengunjungi beberapa kerabat dekat, teman-teman kantor yang sudah seperti saudara bagi saya.
Rencana bepergian mengunjungi kerabat dekat, dengan tentu saja tetap menjaga protokol kesehatan. Keluarga yang paling dekat adalah sahabat-sahabat di kantor tempat saya bekerja di Manado.
Tahun ini adalah untuk pertama kalinya, libur natal tidak berkumpul dengan keluarga. Meski demikian, saya tetap dapat menikmati suka cita basudara Kristiani, dengan warna-warni pijar kembang api, walah hanya dari rumah saja.
Melihatnya dari balik tirai jendela dan juga dari beranda rumah. Namun kesyahduan dan juga rasa haru tetap terasa, sebagaimana saya merayakan Idul Fitri bersama keluarga.
Tahun ini juga, untuk pertama kalinya, libur Natal saya tetap berada di Manado alias tidak mudik setelah dua tahun bertugas disana.
Natal tahun 2020 ini, adalah pertama kalinya saya melihat suasana malam natal di Manado, walaupun hanya di rumah saja, karena membatasi aktivitas di luar rumah akibat pandemi.
Mungkin tidak banyak berbeda, walaupun pasti suasana keramaian Natal tahun 2020 ini tidak sama dengan tahun 2019. Perayaan Natal tahun ini pasti tak seramai tahun lalu. Walaupun pijar kembang api tetap mewarnai langit Minahasa.
Malam Natal tahun ini, juga hingga menjelang tahun baru nanti, pasti tetap diwarnai kembang api, meskipun di tengah pandemi. Seperti malam natal yang saya saksikan, pijar kembang api warna-warni tetap menggelegar dan mewarnai langit Minahasa, langit di atas Kota Manado, sejauh mata saya bisa melihat.
Kembang api yang selalu identik di setiap perayaan Natal dan Tahun Baru, kali ini bukan hanya sebagai simbol suka cita, namun juga harus dimaknai sebagai simbol spirit atau semangat untuk gotong royong dan juga bekerjasama menghadapi wabah pandemi covid 19.