Pantai dengan pasir putihnya yang panjang dan meliuk-liuk. Pohon nyiur yang melambai gemulai ditiup angin. Udara yang sejuk semilir dan pohon-pohon rindang yang tenang dan meneduhkan.
Lalu digenapi laut yang biru, juga tenang dan teduh dengan sesekali debur ombak kecil di tepi pantai. Bagi saya, itu semua adalah surga di dunia, apalagi dunia yang penuh tantangan dan cobaan saat ini.
Dan terkadang menyesakkan dada, membuat nafas kadang berat, dan pikiran berkecamuk tentang persoalan di hari-hari penuh penat.
Ya...pantai seperti yang saya gambarkan itu, laksana ruang teduh, untuk kita lari sejenak dari semua beban yang menghimpit, waktu yang terjepit dan segala ruang sempit pada hari-hari lengang diantara kebisuan.
Saya menemukan surga itu di sebuah pantai di Kabupaten Minahasa. Namanya pantai Tulap. Saya tidak tahu, tepatnya belum tahu mengapa, tempat itu dinamai Pantai Tulap.
Saya belum cukup waktu untuk mengulik informasi soal itu. Bagi saya yang terpenting, siang tadi adalah, menikmati surga yang baru saya temukan di Bumi Nyiur Melambai ini. Bumi Minahasa yang indah dan banyak rasa.
Penemuan surga baru itu, berawal dari informasi yang sangat terbatas. Awalnya beberapa sahabat saya di kantor mengatakan, katanya saat ini, ada tempat baru, sebuah pantai di Minahasa yang saat ini mulai dikunjungi oleh warga sekitar Minahasa.
Sebuah pantai yang terletak di pesisir timur Semenanjung Minahasa, di bagian selatannya Bitung, dekat dengan wilayah Kecamatan Kema, Minahasa Utara.
Nama-nama itupun baru saya tahu, setelah obrolan saya dengan seorang teman yang mengantar saya ke Pantai Tulap itu.
Informasi soal Pantai Tulap itu, sebenarnya sudah saya dengar dua minggu lalu. Tapi waktu itu saya tidak begitu tertarik. Maklum, bagi saya pantai bukanlah dunia yang baru.
Selama puluhan tahun, saya akrab dengan laut dan pantai. Jadi begitu mendengar pantai, saya anggap biasa saja.