Program Diskusi Sambil Ngopi, Di Rumah Aja Kita Puslit Arkenas, yang digelar tiap bulan, mengangkat tema menarik dengan narasumber perempuan hebat arkeologi Indonesia, Titi Surti Nastiti, arkeolog senior dari Puslit Arkenas dan Marlyn Tolla, arkeolog Balai Arkeologi Papua, serta Ayu Tami, seorang aktivis perempuan, jurnalis sekaligus sastrawati berbakat.
Titi Surti Nastiti mungkin arkeolog wanita satu-satunya yang dimiliki oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, yang menguasai arkeologi klasik dan prasasti kuno. Sedangkan Marlyn Tolla, adalah arkeolog muda wanita yang kini sedang menyelesaikan Doktoralnya di Berlin, Jerman. Keduanya mendemonstrasikan pengetahuan arkeologi di bidang kepakarannya masing-masing. Didampingi oleh aktivis, jurnalis dan sastrawan kekinian yang cerdas dan kritis, seperti Ayu Utami, membuat diskusi itu berlangsung hangat dan mencerahkan.
Tema diskusi yang aktual bertajuk "Perempuan dalam Peradaban" mempertemukan cara pandang melihat peran dan emansipasi wanita dari budaya masa lampau dari dua arkeolog wanita dengan pemikiran kekinian dari sastrawati dan jurnalis wanita. Dan diikuti oleh banyak kalangan, menjadikan diskusi ini penting saya angkat reportasenya dalam forum terhomat, mencerdaskan dan mencerahkan seperti Kompasiana ini.
Puslit Arkenas, membuka sesi diskusi dengan Pengantar oleh Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional I Made Geria. Secara menggelitik ia, mengangkat isu yang menjadi headline berita kompas tentang fenomen Kawin Tangkap. Menurutnya fenomena ini, bisa menjadi isu yang dapat didiskusikan secara cerdas oleh para narasumber dan peserta. Made Geria, juga mengulik fenomena, kaum perempuan mulai menggeser maskulinitas dalam isu-isu politik, terutama dalam Pemilihan Kepala Daerah.
Katanya, kaum perempuan dalam beberapa pilkada wilayah, meningkat signifikan keikutsertaanya, dan ini menjadi berita baik untuk kita semua. Dalam pengantarnya, ia juga menjelaskan etimologi perempuan berasal dari Bahasa Melayu. "Mpu" yang memiliki arti tuan, mulia, atau mahir.
Per-empu-an dapat diartikan sebagai yang di-empu-kan, yakni makhluk yang dihormati dan dimuliakan. Sepanjang sejarah umat manusia, kehadiran perempuan selalu berjalan beriringan dengan laki-laki. Kehadirannya tidak hanya dikenali sebagai sosok berciri biologis yang berbeda dengan laki-laki, namun juga dikenali sebagai sosok yang memegang peran dan fungsi tertentu di dalam kehidupan.
Riwayat perjalanan perempuan Nusantara mengukir kisahnya tersendiri. Bukti-bukti arkeologis memperlihatkan eksistensi perempuan sejak masa prasejarah. Adanya pembagian tugas berdasarkan gender menunjukkan kemampuan perempuan mengemban tugas tertentu. Seiring perjalanan waktu, perempuan semakin memperlihatkan eksistensinya di tengah masyarakat.
Pada masa Jawa Kuno, kerap ditemui periode pemerintahan yang dipimpin oleh seorang perempuan. Meskipun terdapat pula sejarah kelam yang menyelimuti cerita perempuan Nusantara, namun berbagai kisah inspiratif perempuan di masa silam tidak boleh diabaikan.
Bagaimana dengan kini? Apakah perempuan Indonesia saat ini sudah mendapatkan kedudukan dan peran yang seharusnya di tengah masyarakat?
Perempuan Masa Jawa Kuno
Dr. Titi Surti Nastiti, mendemonstrasikan pengetahuan dari hasil kajian atas artefak-artefak kuno, prasasti=prasasti dan juga relief-relief di Candi Borobudur untuk menjelaskan keberadaan, peran dan hak emansipasi perempuan pada masyarakat Jawa kuno. Dalam bidang politik, menurut Nastiti, peran perempuan dalam masa jawa kuno dapat mengambil peran posisi yang tinggi, dari Kerajaan hingga ke desa.