“Karena Nila setitik, maka rusaklah susu sebelangga”, peribahasa ini telah dikenal sejak lama, sejak seseorang mendapatkan pelajaran bahasa indonesia di tingkat Sekolah Dasar. Logikanya sederhaha dan sangat mudah dipahami. Susu adalah sesuatu yang bersih, steril, halal, dan bermanfaat, sementara nila adalah sesuatu yang kotor, haram dan menjijikan. Sesuatu yang bersih dan halal, akan menjadi rusak secara keseluruhan, hanya karena tercampur dengan sesuatu yang kotor dan menjijikan meskipun itu hany sedikit. Sebagai gambaran hidup dari peribahasa ini, maukan anda meminum segelas susu hangat, yang sementara ketika anda hendak meminumnya, ada sesorang yang secara sengaja dihadapan anda (anda mengerti dan menyaksikan), memasukan “kotoran” kedalam gelas susu tersebut. Maukan anda meminumnya ?? tentu tidak.. itulah fitrah manusia. Lalu apa yang terjadi, seandainya ada satu bejana yang berisi kotoran penuh, kemudian dituangkan kedalamnya segelas susu. Akankan ia menjadi sebejana susu? Tentu tidak.. meskipun bisa jadi dibejana tersebut tertempel sebuah tulisan “Susu Murni”.
Ilustrasi dan logika diatas sengaja penulis angkat untuk memecahkan “kebuntuan berpikir” bagi para praktisi Ekonomi syariah yang sedang berjuang untuk tegaknya sistem ekonomi syariah. Mereka menyadari dan memahami betul akan bahayanya sistem ekonomi ribawi bagi keberlangsungan hidup manusia, pada saat yang bersamaan mereka juga yakin seyakin-yakinya akan kehebatan dan kebenaran konsep ekonomi islam (syariah). Dan mereka secara berkelompok ataupun sendiri2 berjuang untuk tegaknya sistem ekonomi syariah.
Maraknya wacana Ekonomi Syariah, bermunculanya Produk-produk syariah dalam dunia perbankan, berdirinya BMT-BMT (Baitul mall wa tamwil), serta terbentuknya komunitas2 Dinar Dirham menjadi fenomena tersendiri bagi perkembangan dunia ekonomi syariah. Khusnudzon penulis, segala bentuk fenomena yang disebutkan tadi ada bentuk semangat yang lahir dari kesadaran dan pemahaman kaum muslimin dalam berislam secara kaafah sesuai dengan fitrah manusia. Meskipun sering juga terbersit satu lintasan pemikiran, bahwasanya semua produk ekonomi yang berlabel syariah adalah terobosan marketing yang membungkus “prosuk lama” dengan kemasan baru yang lebih menarik, hanya karena adanya dorongan trend pasar syariah dengan potensi besar Nasabah kaum muslimin.
Ikhtiyar dan usaha dari para praktisi ekonomi syariah untuk berjuang membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya ekonomi syariah, serta berupaya untuk membangun lembaga keuangan yang berbasis syariah, harus kita apresiasi secara positif. Bentuk apresiasi itu adalah dengan memberikan dukungan serta sumbangan pemikiran demi tercapainya kesempurnaan pelaksanaan sistem.
Sifat dasar dari sebuah sistem adalah mengikat semua bagian-bagian (unsur) yang tergabung dalam sistem tersebut. Sehingga secara otomatis, sebuah sistem akan berpengaruh pada pola dan aturan main dari sub sistem-sub sistem yang ada. Sebagai contoh dalam sistem perbankan Nasional, maka Bank-Bank syariah yang madiri, ataupun Unit-unit syariah dari sebuah Bank besar, serta produk-produk syariah lainya, secara tidak langsung akan tetap terikat dengan aturan main Bank Sentralnya. Hal ini akan menjadi kendala tersendiri bagi bank-bank syariah dalam mengimplementasikan produk-produk syariahnya. Persoalanya adalah karena adanya “Benturan prinsip” antara produk syariah yang mewakili sistem ekonomi syariah, dengan aturan main perbankan secara umum yang masih bersifat konevnsional. Sementara itu, dalam masalah prinsip, ternyata tidak menyisakan ruang kompromi. Hikmahnya, benturan prinsip inilah yang menjadi “titik terang” dalam usaha menegakan sistem ekonomi syariah.
Islam sebagai sebuah sistem, ternyata dibangun atas dasar prinsip TAUHID. Yaitu menolak segala sesuatu yang datang dari hasil olah pikir manusia (Ro’yu), untuk kemudian menerima seutuhnya segala sesuatu yang berasal dari Allah (wahyu). Maka berdasarkan Nash (wahyu), terkait dengan sistem ekonomi islam sebagai satu bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Islam secara global, mensyaratkan segala bentuk aktiftas ekonomi yang ada, haruslah terbebas dari unsur Maysir, Gharar, Riba, dan perdagangan Barang Haram. Sekilas mudah dan sederhana, tapi dalam prakteknya ternyata sulit. Kenapa ???
Sebenarnya tidak menjadi persolan, ketika hasil olah fikir manusia dalam hal ekonomi, seiring sejalan dengan prinsip Wahyu yang ada nash/dalilnya. Bahkan hal ini menjadi peluang bagi manusia untuk berkreasi dalam mengembangkan persoalan muammalah seluas-luasnya sebagai usaha bagi pemenuhan kebutuhan/ hajat hidup manusia. Karena kaidah fiqh mengatakan bahwa, "Hukum asal dari sesuatu (muamalah/keduniaan) adalah mubah sampai ada dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau mengharamkannya)". Maka pertanyanya, mungkinkah ada Asuransi yang 100% syariah ??, mungkinkah ada kredit yang 100% syariah, mungkinkah ada pembiayaan yang 100% syariah ??, jawabanya adalah sangat mungkin.. insyaallah.
Ada satu persoalan besar umat islam yang luput dari perhatian umat islam, kalaupun sudah menjadi perhatian umat islam, sebagian umat islam mengalami kebingungan, bagaimana cara memulainya?. Persoalan itu adalah Persatuan Umat Islam beserta wadah/Instistusi pemersatunya. Yaitu Kekhalifahan islam/Khilafatul Muslimin. Yang mana ketika sistem kekhalifahan islam beserta institusi ini ada, maka akan sangat mungkin bagi sistem ekonomi syariah untuk tumbuh dan berkembang, karena telah mendapatkan tempatnya yang semestinya.
Meminjam istilah “Hutan” dalam prolog tulisan ust. Muhaimin iqbal di http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/84-gd-articles/umum/1340-ketika-yang-haram-diwajibkan , maka menurut penulis, Sistem kekhalifahan islam itu adalah hutanya, sementara sistem Ekonomi Islam, Sitem Pendidikan Islam, Sistem politik Islam dan lain-lain itu adalah pohonya.. Wallahu’alam.
Terakhir, tulisan ini ditutup dengan Maklumat terbentuknya Kekhalifahan islam, Khilafatul Muslimin
Diumumkan kepada seluruh kaum muslimin/muslimat dan segenap ummat manusia bahwa pada hari Jum’at, 13 Rabiul Awwal 1418 H bertepatan dengan 18 Juli 1997 M, telah terbentuk sebuah organisasi Islam sebagai wadah ummat Islam dalam berjama’ah melalui sistim kekhalifahan dan disebut KEKHALIFAHAN KAUM MUSLIMIN (KHILAFATUL MUSLIMIN) yang dipimpin oleh seorang Khalifah/Amirul Mu’minin dan insya Allah akan mendirikan perwakilannya di seluruh dunia di bawah kepemimpinan seorang Amir bagi tiap-tiap Wilayah ataupun Negara. Lihat lengkapnya di http://khilafatulmuslimin.com/archives/2013/07/maklumat-bahasa/
Serta mengajak seluruh umat islam untuk menyampaikan tanggapanya ke kantor pusat khilafatul muslimin di
Masjid Kekhalifahan Islam
Jl. WR. Supratman Bumi Waras, Teluk Betung, Bandar Lampung – Indonesia.
Telp./Fax. +62 721 474926 – 480093
Website: www.khilafatulmuslimin.com e-mail: contact@khilafatulmuslimin.com
Penulis adalah warga kekhalifahan islam, khilfatul muslimin.
http://www.khilafatulmuslimin.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H