Lihat ke Halaman Asli

Hilangnya Surgaku

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menatap kaca dihadapanku. Memandang setiap detail bayangan yang ada didalamnya. Mata belok, hidung mancung, bibir tipis, pipi tirus. Tidak ada yang salah akan wajahku, akan penampilan fisikku. Tubuhku juga tinggi semampai. Semua terlihat hamper sempurna. Tidak ada yang salah denganku,batinku. Aku terduduk diranjangku. Kasur yang empuk dengan hiasan bunga anggrek, bantal dan gulingku bermotif senada. Aku melihat sekeliling kamarku. Ipad berwarna putih terletak diatas meja belajarku, beserta laptop dengan warna serupa disebelahnya. Semua kebutuhan finansialku terpenuhi. Setiap ada gadget keluaran terbaru, aku pasti bisa mendapatkannya tanpa susah payah. Hampir semua yang aku inginkan terpenuhi. Aku cukup popular disekolah. Aku memiliki banyak teman, mulai dari teman seangkatan sampai kakak kelas. Aku cukup pintar untuk bergaul. Nilai-nilai raporku pun tidak pernah dibawah delapan. Setiap kali aku melangkahkan kaki dikoridor sekolah, hamper semuanya tersenyum padaku. Dan cukup banyak yang mengutarakan perasaannya kepadaku, akan tetapi tidak ada salah satu dari mereka yang menarik perharianku. Pria-pria yang silih berganti mendekatiku semua sama saja, cowok mata keranjang tingkat tinggi!! Kecuali Fadil. Aku mengingatnya dengan jelas bagaimana aku bertemu pertama kali dengan dia, setahun yang lalu, momen itu tidak akan pernah luntur dari cengkraman ingatanku. Momen yang sulit kulupakan. Hari itu, hari pertama kali aku menginjakkan kakiku disekolah ini, dan payahnya aku dating terlambat. Aku berlari kecil untuk mengejar waktu, dan sialnya aku belum tau dimana kelas-ku. Aku cukup kebingungan saat itu. Didepannku banyak sekali deretan kelas-kelas. Dan saat itu kulihat seseorang sedang berbaring dibangku panjang, dengan lengan tangan kirinya menutupi mata dan tangan lainnya memegangi mp4. Sepasang headphone putih terpasang pada kedua telinganya. Pergelangan sepasang sepatu kets-nya bergoyang kekanan dan kekiri, terlihat sangat jelas dia menikmati music yang terputar di mp4-nya. Aku mendekatinya, sedikit membukuk. “Maaf. Kelas sebelas ipa satu dimana ya?” Tidak ada reaksi darinya. Setelah beberapa detik tangan kirinya bergerak dan menunjuk kearah sebuah pintu dibelakangku. Astaga, kelas yang aku cari tepat dibelakangku. “Mmm, terima kasih,” ucapku. Dia hanya mengepal jarinya dan mengangat ibu jarinya, dan kembali menikmati lagunya. Aku memasukki kelas itu , aku cukup beruntung karena hari jam itu guru yang mengajar sedang berhalangan hadir sehingga, aku bisa  membaur dengan teman-teman baruku. Tidak sulit buatku untuk cepat akrab dengan mereka. Aku dikelilingi oleh teman-teman baruku, mulai dari cewek sampai cewek. Mereka menanyakan darimana asalku, kenapa aku pindah kemari. Saat itu aku melihat seseorang yang kulihat diluar kelas tadi, celana abu-abu dan baju putih yang kebesaran, memasukki kelas dan duduk dipojok. Ternyata dia sekelas denganku. Aku memperhatikannya diam-diam. Dia masih menikmati music-nya, sambil bibirnya bergerak tanpa suara. Dia sama sekali tidak melihatku, sementara teman-temannya yang lain sedang menyaiku dengan pertanyaan bertubi-tubi. “Eh, Rin, lagi merhatiin siapa sih?” senggol Yesi, teman sebangku-ku, saat dia melihatku terdiam melihat kearah cowok tadi. Yesi mengikuti sorotan mataku.”Oh, liatin si Fadil toh.” Dan cowok itu bernama Fadil. Aku menarik semua memori setahun yang lalu, dan tetap duduk termenung diatas ranjangku. Dalam satu tahun ini aku memerhatikan Fadil dalam diamku. Aku sering mengikutinya  saat dia keluar kelas ditengah jam pelajaran berlangsung. Mengikutinya secara sembunyi-sembunyi, dan aku melihatnya duduk ditaman sambil membaca sebuah buku. Aku tidak tau buku apa itu. Aku sudah sering mengikutinya , entah dia pergi kekantin, ataupun perpus. Sampai suatu saat aku mengikutinya lagi, sampai ditikungan aku kehilangan dia. “Kamu ngikutin aku?” aku mendengar suara dibelakangku. Entah darimana dia datangnya, Fadil sudah berada didepannku saat ini. Aku merasakan sedikit panas diwajahku. Aku yakin saat ini wajahku memerah. “Ah, tidak. Aku mau ketoilet.” Sangkalku. “Toilet? Kamu salah arah. Ini jalan menuju surga. Arah ketoilet kesana,”ucapnya sambil mengarahkan ibu jarinya kearah belakangnya. “Oh, iya.” Aku gugup. Aku bahkan tidak berani menatap wajah cowok didepanku ini. Matanya yang sayu, rahangnya yang keras. Aku tidak pernah merasakan ini. Pada cowok manapun. Aku segera berjalan meninggalkannya, tapi kuurungkan niatku. “Fadil,” panggilku. Dia menoleh,” Boleh aku ikut?” Dia menggerakkan dagunya, mengisyaratkan aku untuk mengikutinya. Dia berjalan kearah taman, dan duduk ditempat yang sama seperti yang kulihat sebelumnya. Aku duduk disebelahnya. “Ini surgamu?” tanyaku. “Kemanapun kamu pergi, bawalah kesukaanmu, maka itulah surgamu…” jawabnya sambil menunjukkan mp4 ditangannya. Aku tersenyum. “Kenapa kamu sering keluar kelas saat jam berlangsung?” “Karena aku tidak bisa menikmati surgaku disana..” jawabnya tanpa melihatku. “Boleh aku mendengar surgamu?” Dia melepas salah satu earphone-nya dan diberikannya padaku. Aku menerimanya dan memasangnya ditelingaku. Aku sayup-sayup mendengar sebuah lagu, entah lagu siapa, yang pasti aku mendengarkan lagu yang sama seperti yang Fadil dengarkan, ditempat yang sama, dari mp4 yang sama. Aku melihat Fadil menutup matanya , menikmati musiknya. Aku merasakan surge duniaku. Yesterday, all my troubles seemed so far away. Now it looks as though they’re here to stay. Oh, I believe in yesterday.Suddenly, I’m not half the man i used to be, There’s a shadow hanging over me, Oh, yesterday came suddenly. Sejak saat itu, kami jadi sering bertemu dan menikmati music bersama. Aku masih sering mengikutinya. Aku merasakan perasaan yang berbeda terhadapnya. Kebiasaan uniknya, sifat cueknya. Itu semua membuatku memperhatikannya lebih. Hingga, siang tadi, sepulang sekolah, aku memutuskan untuk mengutarakan perasaanku kepadanya. Aku merasa yakin dia memiliki perasaan yang sama setelah kedekatan kita selama ini. “Aku sayang kamu..” kataku tanpa basa basi. Fadil masih duduk diam dan masih mendengarkan mp4-nya. Seakan dia tidak mendengar ucapanku. “Fadil, aku serius,” ucapku lagi. Dia masih diam saja. Aku sudah tidak tahan dengan ke-cuek-annya, aku mengambil mp4 ditangannya. Dia terlihat kaget. Dia menatapku. Aku melihat tatapan yang berbeda disana. Tidak seperti biasanya. Baru kali ini dia benar-benar melihatku. “Aku sayang kamu,” ucapku sekali lagi. “Kamu tau? Kamu sudah merusak surgaku..” katanya sambil mengambil mp4 ditanganku dan pergi tanpa memperdulikan aku. Semua pernyataan cintaku tidak diperdulikannya. Apa artinya aku ditolak? Lalu apa lagi. Kurasakan aliran darahku mengalir tidak seperti semestinya. Aku baru merasakan hal ini. Untuk pertama kalinya aku menyatakan cinta dan pertama kalinya cintaku ditolak. Aku tidur diranjangku, masih mengenakan seragam putih abu-abuku, sejak sepulang sekolah tadi aku belum keluar kamar. Aku mengunci diriku hanya untuk menikmati air mataku yang mengalir melewati pipiku. Setiap kali aku mengingat kejadian tadi siang, terasa sakit disetiap hembusan nafasku, sesak. Seperti ada sesuatu yang terbelenggu didalamnya. Seakan surgaku pergi dari hidupku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline