REFLEKSI DIRI
Pengalaman Asistensi Mengajar banyak memberikan pengalaman dan masukan kepada mahasiswa tentang proses untuk menjadi Administrasi Pendidikan, bukan hanya teori tetapi juga pengalaman secara nyata dengan terjun langsung mengerjakan tugas seorang TU, kepala sekolah, menjadi guru piket, dan lain lain yang sesungguhnya. Selama mengikuti kegiatan Asistensi Mengajar, penulis menemukan beberapa kesulitan. Terutama dalam manajemen TAS dan akademik yang berkaitan dengan staf TU dan siswa selaku subjek pembelajaran. Kesulitan yang dialami yakni pengkondisian kelas, meningkatkan budaya literasi siswa, membantu guru menyediakan suasana belajar yang menyenangkan karena fasilitas, dan juga kesulitan dalam mengatur waktu karena banyak hal yang harus dikerjakan. Namun, kesulitan- kesulitan tersebut sedikit demi sedikit bisa diatasi berkat bekal yang di peroleh selama di bangku perkuliahan. Solusi tersebut berupa membuat suatu perangkat yang dapat menjadi inovasi baru bagi sekolah dengan pemanfaatan microsoft excel dan lain sebagainya. Selain itu, mahasiswa menyadari bahwa hubungan sosial dengan guru, kepala sekolah, staf TU dan peserta didik di luar kelas juga memiliki peran penting dalam pendekatan emosional. Implikasinya dari tindakan ini adalah terjadinya interaksi edukatif antara mahasiswa dengan segenap warga sekolah. dan juga memberikan kesempatan dan pengalaman bagi mahasiswa untuk menjalin hubungan yang sangat harmonis dan erat dengan sesama rekan sejaw, kepala sekolah, guru, siswa, dan masyarakat.
Proses pencarian solusi diatas juga memberikan dan membentuk peningkatan terhadap kompetensi penulis baik soft skills, hard skill, dan kognitif. Peningkatan soft skill yang dialami yakni: 1) komunikasi, melalui interaksi sosial di luar dan didalam kelas, 2) kerja sama, terjadi peningkatan karena adanya kegiatan kegiatan non akademik, administrasi, serta publikasi yang dilakukan bersama dengan rekan rekan sejawat, guru, kepala sekolah, dan staff TU, 3) kepemimpinan, didapatknan ketika mahasiswa dilibatkan oleh kepala sekolah untuk mengikuti rapat yang di adakan sehingga mahasiswa mengetahui apa saja yang dikerjakan sekolah dan kendala yang mereka hadapi dan juga cara seorang pemimpin dalam mengambil suatu keputusan, 4) manajemen waktu, menentukan bagaimana memanfaatkan waktu dengan baik pada saat mengerjakan tugas yang diberikan, dan pelaksanaan program- program kerja dalam rangka mengembangkan potensi sekolah, 5) pubic speaking, kemampuan ini semakin meningkat ketika terjun langsung di kondisi dan situasi real di lembaga sekolah dimana mewajibkan untuk mahasiswa mampu tampil di depan banyak orang dan harus bersikap.
Selanjutnya, dalam peningkatan hard skill sendiri juga dirasakan mahasiswa berupa kemampuan dalam membuat kode buku, mendesain, membuat aplikasi dan membuat pengarsipan secara digital. Kemampuan ini berkaitan dengan melihat kendala dan kekurangan yang di temui pada saat mengerjakan proker yang dibuat, sehingga mengharuskan mahasiswa mampu menguasai beberapa aplikasi seperti microsoft excell, canva, dan microsoft office. Penguasaan materi ini secara tidak langsung meningkatkan kognitif mahasiswa. Penguasaan komunikasi dengan siswa pada saat menjadi guru piket juga berperan dalam menciptakan suasana belajar menyenangkan, dan kemampuan dalam pengelolaan kelas juga di dapat mahasiswa, meskipun begitu penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan untuk menjadi pemimpin dan staf TU, kedepanya mahasiswa berupaya untuk mengembangkna dan memperluas pengetahuan yang dimiliki. Harapanya mampu meningkatkan kualitas pendidikan nasional, siap menghadapi kendala di masa depan yang lebih kompleks seiring berkembangnya zaman serta mencetak generasi penerus yang bermoral, berprestasi, dan memajukan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H