Asal Usul Nama
Nama Tanjung Priok sendiri berasal dari kata 'tanjung' dan 'priok'. Zaenuddin HM, dalam bukunya "212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe," menjelaskan asal-usul nama Tanjung Priok. Berasal dari kata "tanjung" yang artinya daratan yang menjorok ke laut, dan priok berasal dari "periuk", yaitu semacam wadah untuk masak yang dibuat dari tembikar yang merupakan komoditas perdagangan sejak zaman dahulu kala.
Versi lain menyatakan, nama daerah itu bermula dari nama pohon tanjung (mimusops elengi) yang tumbuh menandai makam Mbah Priok. Konon, dikisahkan Mbah Priok yang biasa dipanggil Habib, adalah seorang ulama kelahiran Palembang pada 1727. Datang ke Pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam.
Bersama pengikutnya, Habib berlayar menuju Batavia selama dua bulan. Lolos dari kejaran perahu Belanda, kapalnya digulung ombak besar. Sehingga semua perlengkapan di dalam kapal hanya di bawah gelombang. Akibatnya, yang tersisa hanya alat penanak nasi dan beberapa liter beras yang berserakan. Habib ditemukan tewas di sebuah semenanjung yang saat itu belum punya nama. Di samping jenazahnya ditemukan periuk dan sebuah dayung.
Kemudian oleh warga setempat, sebagai tanda, makam Habib diberi nisan berupa dayung, sedangkan periuk diletakkan di sisi makam. Konon lagi, dayung itu tumbuh menjadi pohon tanjung. Sedangkan priuknya pernah hanyut terbawa ombak. Tetapi, entah bagaimana ceritanya, empat tahun setelah hilang periuk itu kembali lagi berada di sisi makam Habib.
Sekali lagi, konon, kisah periuk nasi dan dayung yang menjadi pohon tanjung itulah yang kemudian diyakini sebagai asal usul nama Tanjung Priok.
Anggapan nama Tanjung Priok berasal dari tokoh penyebar Islam di masa lalu, yaitu Mbah Priuk, yang memiliki nama asli Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad Husain, sejauh ini masih memantik silang pendapat yang kuat. Menurut Ridwan Saidi dan Alwi Shahab, asumsi historis itu tidaklah benar. Pasalnya kawasan ini sudah bernama Tanjung Priok jauh hari, sebelum kedatangan Mbah Priuk di tahun 1756.
Pascakemerdekaan
Kini satu abad lebih usia Tanjung Priok, tepatnya bandar itu telah berumur 113 tahun sejak peresmiannya di tahun 1886. Setelah kemerdekaan, merujuk laman Encyclopedia Jakarta Tourism, ditulis bahwa penguasaan Tanjung Priok diambil alih Indonesia. Pada pertengahan September 1945 proses ini dilakukan oleh Badan Keamanan Rakyat Laut Tanjung Priok dengan dibantu para pejuang lain yang umumnya merupakan para buruh pelabuhan.
Namun tak berlangsung lama. Hanya selang dua minggu kemudian pada 29 September 1945, pelabuhan ini sudah direbut kembali oleh tentara NICA-Belanda. Tentara ini masuk ke Indonesia membonceng tentara sekutu yang bertugas melucuti tentara Jepang. Pelabuhan diambil alih kembali oleh NICA berlangsung hingga 27 Desember 1949, saat kesepakatan dua negara yaitu antara Indonesia dan Belanda tercapai melalui KMB (Konferensi Meja Bundar).
Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia melalui KMB, maka berdasarkan pada pasal perjanjian itu posisi Tanjung Priok harus dikembalikan kepada KPM (Koninklijk Paketvaar Maatschappij). Pasalnya KPM masih memiliki hak pengelolaan pelabuhan berdasarkan konsesi selama 75 tahun sejak 1877. Ini berarti KPM masih memiliki hak pengelolaan pelabuhan hingga 1952.