Lihat ke Halaman Asli

Wulandari Friti Sania

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Sriwijaya.

Indonesia Stop Ekspor Nikel, Uni Eropa Menggugat ke WTO

Diperbarui: 7 November 2024   19:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Artikel ini akan membahas tentang Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir biji nikel terbesar di dunia, menghentikan aktivitas ekspornya. Hal ini menimbulkan beragam reaksi kontra dari Uni Eropa sebagai negara importir terbesarnya, hingga WTO yang tidak meneyutujuinya. Indonesia melakukan hal ini sebagai upaya untuk hilirisasi dan proteksi domestik. 

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya adalah Nikel. Bahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistika pada Januari hingga Juli 2023, ekspor nikel Indonesia mencapai US$ 3,45 miliar. Potensi nikel Indonesia ini sangatlah besar, Oleh karena itu Indonesia berusaha menjaga komoditas nikelnya. Sebab jika Indonesia terus menerus melakukan ekspor nikel ke luar negri, Indonesia akan kehabisan sumber daya alam. Selain itu, ekspor nikel ini bukannya memperkaya perekonomian Indonesia, namun malah memperkaya negara lain karena mereka dapat meningkatkan nilai tambah barangnya. Indonesia mengekspor bahan mentah nikel, kemudian diekspor ke negara besar untuk dikembangkan menjadi bahan jadi, kemudian diekspor lagi ke Indonesia. Bukannya memperkaya ekonomi Indonesia, malah memperkaya negara yang mengelola manufaktur tersebut. Artikel ini menggunakan teori kepentingan nasional (national interest), yang mana teori ini merupakan kemampuan minumum negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain (Morgentau). 

Pada tahun 2020, Presiden Indonesia, Jokowi mengumumkan bahwa Indonesia mengentikan ekspor nikelnya. Pihak internasional yang sangat menentang pembatasan ini adalah Uni Eropa dan WTO. Bagi Indonesia, ekspor nikel tidak memberi nilai tambah yang baik bagi Indonesia, oleh karena itulah Indonesia memutuskan untuk membatasi ekspor nikel ini. Sedangkan bagi Uni Eropa, Mereka sangat memerlukan pasokan nikel dari Indonesia demi keberlangsungan industri mereka. Presiden Indonesia mengatakan bahwa kepemilikan sumber daya alam Indonesia adalah hak Indonesia, Indonesia punya hak untuk menentukan kebijakan untuk mengelola sumber dayanya. Indonesia memberlakukan pembatasan ini untuk proteksi produk domestiknya. 

Penghentian ekspor nikel mentah ini merupakan salah satu langkah yang baik dan berani bagi Indonesia. Meskipun kebijakan Indonesia membatasi ekspor biji nikel mentah ini mendapat kecaman dan gugatan dari dunia khususnya Uni Eropa, Indonesia tetap kekeh memperjuangkan kebijakan ini. Atas kontrol penuhnya dalam komoditas nikel, Indonesia terus berusaha memastikan pemenuhan produksi domestik terlebih dahulu. 

Dengan pembatasan ekspor biji nikel mentah, Indonesia dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar. Dengan mengubah bahan mentah nikel menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, Hal ini akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi bagi Indonesia, dan juga mendorong pertumbuhan industri lokal, memajukan perekonomian domestik, hingga penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. Ini berarti Indonesia bukan hanya sebagai produsen dan eksportir besar sebagai pemasok bahan mentah, tetapi Indonesia sebagai pemain utama dalam rantai pasokan industri barang jadi dalam sektor nikel. 

Uni Eropa sebagai importir biji nikel Indonesia, merasa sangat dirugikan karena kebijakan ini. Uni Eropa menggugat Indonesia ke WTO (World Trade Organization) atas pelarangan ekspor mentah nikel. Dalam gugatan ini, WTO menolak kebijakan dan pembelaan Indonesia ini karena menurut WTO, hal ini melanggar sejumlah pasal dalam GATT 1994. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2022, WTO mengeluarkan fanel report yang berisikan gugatan: 

1. Memutuskan bahwa kebijakan ekspor dan kewajiban pengelolahan dan pemurnian mineral nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO dalam pasal XI.1 GATT 1994. 

2. Menolak pembelaan yang diajukan Indonesia terkait keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional dan melakukan Good Mining Practice.

3. Final report akan didistribusikan kepada anggota WTO pada tanggal 30 November 2022 dan akan dimasukan ke dalam agenda DSB pada tanggal 20 Desember 2022. 

Setelah tahun 2022, Indonesia kalah dalam gugatan ini. Menanggapi akan gugatan itu, Indonesia masih bersikeras mempertahankan kebijakannya tersebut, karena menurutnya keputusan WTO tidak memiliki kekuatan hukum yabg tetap sehingga Indonesia melakukan banding. Indonesia tidak perlu merubah arah kebijakannya sebelum keputusan sengketa ini diadopsi oleh DSB atau Dispute Settlement Body (DSB). Indonesia harus tetap tangguh mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral berupa nikel dengan mempercepat proses pembangunan smelter. Demikian, kini Indonesia telah membatasi ekspor biji nikel mentah ke luar negeri, namun Indonesia masih memberi izin ekspor biji nikel dalam bentuk tertentu, terutama nikel yang sudah diproses terlebih dahulu, produk setengah jadi, atau produk turunnnya. Untuk memajukan industri domestiknya, Indonesia harus kuat dalam mempertahankan kebijakan hilirisasinya, walaupun mendapati tantangan dari global.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline