Perkembangan teknologi sangat berdampak pada kehidupan, salah satunya dengan kehadiran media sosial yang menjadi sarana aktivitas manusia sehari-harinya. Tidak heran jika interaksi yang terjadi dalam kehidupan ini bukan lagi hanya berada di ruang konvensional namun kita sudah mengenal interaksi yang terjadi di ruang virtual.
Ruang virtual sendiri tidak hanya bisa menghubungkan jutaan manusia di seluruh dunia tetapi ruang virtual terkadang juga bisa membunuhnya. Begitu juga dengan kasus duka yang belum lama ini terjadi kepada atlet bola voli profesional Korea Selatan, Kim In Hyuk dinyatakan tewas bunuh diri di kediamannya.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa terdapat sebuah kertas memo yang berisikan ketidakpercayaan dirinya dalam menghadapi hidup. Melalui akun Instagram pribadinya pun ia menuliskan keresahannya selama ini. Hal tersebut membuat masyarakat berasumsi bahwa Kim In Hyuk mengalami penyerangan mental melalui komentar ujaran kebencian yang ia terima tentang dirinya.
Melihat fenomena tersebut jejak digital lah yang berbicara. Kim In Hyuk mengalami penyerangan secara verbal. Diduga ia telah menerima berbagai komentar kebencian mengenai dirinya dari warganet Korea Selatan yakni mengenai penampilannya.
Dia juga pernah menyerukan kepada orang-orang untuk menghentikan komentar yang memuat kebencian, dan menyebar gosip tentang seksualitas serta penampilannya di dunia maya.
Melalui akun Instagramnya, pesan lawas Kim In Hyuk menjadi sorotan publik yakni "Semua kesalahpahaman yang telah saya abaikan selama kurang lebih 10 tahun. Saya pikir abai adalah yang terbaik, tapi sekarang saya lelah,"(sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Disimpulkan bahwa itu keresahannya kepada warganet yang merundungnya.
Ia menegaskan bahwa ia sama sekali tidak menggunakan make up hanya berupa toner dan lotion serta ia memiliki seorang pacar dan bukan sesama jenis bahkan ia tidak pernah berakting film dewasa sehingga ia memohon kepada warganet untuk berhenti memberikan komentar kebencian karena ia sudah lelah.
Seiring maraknya tindak tutur warganet dalam menuliskan ujaran kebencian di media sosial, hal tersebut menjadi pemicu yang mengakibatkan korban bunuh diri karena penampilannya yang berbeda dari atlet pada umumnya yaitu Kim In Hyuk pria berdarah Korea Selatan berdasarkan teori-teori linguistik forensik pragmatik. Karena menulis ujaran kebencian merupakan suatu tindak kejahatan dalam peristiwa kebahasaan yang harus diadili.
Penerapan ilmu linguistik di bidang hukum membahas potensi dimensi analisis bahasa yang digunakan untuk linguistik forensik yang dikaitkan dengan ragam tulis. Sudah banyak korban yang direnggut nyawanya karena mendapat kecaman dari komentar jahat. Salah satunya ialah Kim In Hyuk yang memutuskan untuk bunuh diri karena lelah mendapati dirinya menerima ujaran kebencian.
Agar dapat diketahui bahasa dalam alat bukti hukum yang meninggalkan jejak digital untuk para pelaku kejahatan bahasa yang senang menuliskan komentar kebencian di media sosial hingga merenggut nyawa seseorang. Sekaligus menjadi pengingat kepada warganet untuk bijak dalam menggunakan bahasa di media sosial.
Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur dan sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis maksud tuturan daripada makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri (Yule, 2006:3). Tindak tutur sangat erat kaitannya dengan kesantunan.