Lihat ke Halaman Asli

Shri Werdhaning Ayu

Manusia Brang Wetan

Kondisi Tanah dan Kebiasaan di Jawa Berdasarkan Catatan Perjalanan Ong Tae Hae

Diperbarui: 6 Maret 2022   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.jurnalponsel.com

Tulisan ini berdasarkan dari buku terjemahan catatan perjalanan Ong Tae Hae yang berjudul Melayap Nusantara. Karya anak bangsa loh. Masih belum banyak memang, buku terjemahan catatan perjalanan asing yang ditulis oleh anak bangsa sendiri. 

Ong Tae Hae adalah seorang pengelanan daari Tiongkok dari abad 18 dan seperti biasa, rutin nan rajin menuliskan apa yang ia temui, lihat, amati, dan rasakan.

Kondisi Tanah dan Kebiasaan di Jawa 

1. Negerinya bernama Batavia

Ong Tae Hae menuliskan bahwa negerinya orang Jawa bernama Batavia. Negeri ini memiliki pesisir yang di dalamnya tinggal orang - orang Belanda dengan jumlah populasi tidak lebih dari total sepersepuluh keseluruhan populasi.   Jumlah orang Jawa adalah ratusan kali dari orang Belanda.

Penduduk lokal digambarkan sebagai masyarakat yang sederhana dan sopan, tetapi bodoh dan membosankan. (Deskripsi ini berbeda kalau teman  - teman  melihat catatan Tome Pires,  Suma Oriental tentang penggambaran orang Jawa yang pemarah dan angkuh). 

Berikutnya adalah orang Jawa ini bersikap lembek, lemah dan secara alamiah penakut terutama kepada orang - orang Eropa. Mereka akan mengucapkan salam setiap kali nama mereka disebut dan menunjukkan sikap yang jelas antara hamba - tuan. 

Kapanpun orang yang status sosialnya lebih rendah bertemu  dengan orang yang  status sosialnya lebih tinggi, maka mereka akan  melakukan gerakan menyembah/sujud yakni gerakan menekuk lutut seraya menakup kedua telapak tangan.

Saya rasa pengaruh kolonialisme pada abad  ke-18 sudah sangat masuk ke segala sendi masyarakat sehingga jelas menghasilkan deskripsi yang berbeda dengan yang dijabarkan oleh Tome Pires yang berasal dari sekitar abad-14 atau 15 (koreksi di komentar jika teman-teman mengerti abadnya). 

Pada abad - abad sebelumnya, pada masa kesultanan, disebutkan bahwa meskipun bangssa-bangsa Barat sudah memasuki wilayah  Nusantara, seperti Banten atau Aceh, tetapi posisi mereka masih sebagai kongsi dagang yang menawarkan kesepakatan kerja sama  dengan penguasa lokal. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline