Lihat ke Halaman Asli

Shri Werdhaning Ayu

Manusia Brang Wetan

Memahami Makna Damai di Punden Makam Mbah Proyo

Diperbarui: 16 Juli 2019   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

instagram.com/nusantarakitafoundation

Mbah Proyo, begitulah masyarakat sekitar menyebutnya. Lokasinya Di Dusun Dayun, Desa Margomulyo, Kec. Balen, Kab. Bojonegoro, Jawa Timur. Kalian tidak akan menemukan lokasi punden Dusun ini dengan mudah jika tidak bertanya kepada penduduk sekitar. Ini adalah kisah perjalanan pertamaku mengunjungi tempat ini pada tanggal 4 Juli kemarin. 

Dusun Dayun terkenal dengan kisah bledeg angrem nya.  Bledeg dalam artian yang sebenarnya, dalam masyarakat Jawa berarti petir. Percaya atau tidak,  dihari -hari tertentu ketika hujan badai, ada satu lokasi khusus yang memang sering dan hampir selalu disambar petir. Di Dusun yang aneh ini, ada sebuah makam tokoh yang bernama Mbah Proyo dan dijadikan punden Dusun.  Menurut penuturan masyarakat sekitar, cukup banyak orang yang datang berziarah ke sini, bahkan dari luar kota.

Hari itu, saya bersama kesayangan dan seorang kawan yang sekaligus seperti guru bagi saya, datang ke makam Mbah Proyo. Lokasi makamnya menjadi satu dengan pemahaman umum dusun tersebut. Dengan halaman depan yang cukup luas, dua pojok beringin dan sebuah pohon cemara memberikan suasana asri, sepi sekaligus sebuah sensasi kenyamanan yang tidak bisa dijelaskan. 

Makamnya diberi batu nisan tanpa nama dari sebuah batu kumbung besar. Berjajar 3 baris, entah yang mana makam Mbah Proyo yang asli.  Cungkup makamnya terbuat dari kayu jati, dipagar dengan kayu jati juga. Sedang atapnya terbuat dari daun pohon bogor yang dirangkai. Sederhana, sangat sederhana, tapi juga sangat menyenangkan untuk dilihat. 

Aku mencoba mengamati sekelilingnya. Tepat dibelakang makam yang berjajar tiga itu, diluar pagar yang mengelilingi cungkup punden, ada sebuah batu nisan yang roboh. Tanganku terjulur secara otomatis untuk membalik batu nisan tersebut. Siapa yang menyangka Jika Aku akan menemukan nisan bermotif kalamarga justru diluar area cungkup.  

Aku memanggil dua orang yang menemaniku. Ku tunjukkan batu nisan itu.  Mereka juga terdiam. Tampaknya pikiran kami sama.  Makam Mbah Proyo, bukanlah yang berada di dalam cungkup, tetapi berada di luar cungkup. Pembangunan cungkup ini terlalu maju kedepan.  Berjongkok, aku mengamati sisa - sisa bunga bekas orang yang berziarah. Bahkan meskipun Mbah Proyo sendiri enggak didatangi oleh orang banyak, tetapi masih ada beberapa orang yang masih menemukannya. 

Diam - diam aku merenung. Bukan hanya sekali atau duakali aku menemukan makam tokoh yang terletak diluar cungkup nya. Tampaknya, bahkan dalam kematian,  mereka -para tokoh itu-enggan untuk dikenal.  Hidup dalam kerendahan, maka jangan sampai kematian menganggu idealisme hidup mereka untuk hidup menjadi orang yang rendah dengan merendahkan keberadaannya. 

Apakah kenikmatan dari dipuja banyak orang akibat dari ketenarannya sebagai orang yang memiliki kemampuanmu istimewa?  Pernahkah kalian melihat anime yang berjudul Spirit Pact?  Menjadi seseorang yang memiliki keistimewaan, terkadang bukanlah hal yang menyenangkan. Sebagian besar orang meletakkan harapan mereka pada orang - orang istimewa ini. Kedamaian bagi mereka adalah hidup tanpa batasan dari harapan banyak orang. Hidup damai, Meninggal damai. Menikmati kedamaian, dan jika kalian berkunjung tanpa harapan, maka kedamaian itu akan dibaginya untuk kalian nikmati bersama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline