Lihat ke Halaman Asli

Kesaktian Pancasila (Masihkah?)

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

1 Juni, hari lahirnya Pancasila, Pancasila yang sakti yang tak tergantikan ???

Pancasila yang berarti lima prinsip yang menjadi pedoman rakyat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Namun, masihkah kita mengenal Pancasila? Pernahkah kita menyelami makna dari Pancasila dalam kehidupan kita, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan sila pertama dari Pancasila. Para founding fathers negara Indonesia, tahu betul bahwa rakyat Indonesia begitu majemuk, rakyat Indonesia memiliki kepercayaan dan agama masing-masing. Sila pertama ini seharusnya bisa menjadi pemandu bagi rakyat Indonesia sekarang ini, bahwa kita harus menghormati kebebasan beragama dan beribadah. Namun, peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini dengan penyerangan tempat ibadah oleh sekelompok orang yang berbeda agama, membuat kita miris, mengapa nilai-nilai saling menghormati kepada sesama rakyat Indonesia atas apa pun agama dan ajaran yang mereka anut menjadi luntur kini.

Kemanusiaan yang adil dan beradab, sebagai dasar dan landasan penghormatan nilai-nilai hak asasi manusia. Indonesia telah merancang dan mengamalkan prinsip-prinsip hak asasi manusia jauh sebelum declaration of human right. Karena prinsip saling menghormati merupakan nilai-nilai yang memang membumi dan mengakar di bumi nusantara. Tapi kini, realita yang terjadi khususnya di daerah perkotaan, nilai-nilai ini seakan luntur. Sejumlah orang maupun komunitas seakan tidak peduli lagi dengan hak, nilai-nilai yang dibawa oleh orang atau komunitas lain. Masih sangat lekat dalam ingatan kita, bahwa tiga remaja tewas ketika menonton pertandingan bola di Gelora Bung Karno. Tiga remaja tewas dipukuli oleh supporter sebuah tim sepakbola. Betapa murahnya harga nyawa seseorang, betapa nilai-nilai saling menghargai atas pilihan dan hak orang lain terabaikan.

Persatuan Indonesia, masihkah Indonesia satu? Masihkah bumi nusantara ini utuh? Begitu banyak perpecahan, pertentangan antar suku dan golongan yang memang tidak terakomodasi dan tidak mendapatkan hak-haknya baik secara politik, ekonomi maupun sosial. Ketimpangan politik, ekonomi dan sosial yang ada di antara suku-suku dan golongan ini dapat menjadi pemicu dan penyulut perpecahan dari sisi internal Indonesia. Masihkah kita harus berdiam diri melihat dan membiarkan ketimpanagan yang ada terjadi dan semakin lebar ketimpangan dan kesenjangan yang ada?

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, demokrasi kerakyatan, demokrasi terpimpin, demokrasi keterwakilan yang dirumuskan dalam musyawarah untuk mencapai kesepakatan dan mufakat adalah nilai-nilai demokrasi asli yang diusung oleh Indonesia, demokrasi yang digali dari nilai-nilai yang mengakar dari bumi nusantara. Ini adalah demokrasi murni Indonesia, bukan demokrasi yang digembar-gemborkan oleh negara-negara Barat yang mengedepankan "one man one vote." Pengambilan keputusan secara musyawarah mufakat merupakan cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mencapai kesesuaian kebutuhan, hak dan kepentingan dari rakyat Indonesia yang berasal dari berbagai macam suku, ras, kelompok dan golongan. Demokrasi yang bermodel "one man one vote" kuranglah tepat dan baik dilaksanakan di Indonesia, mengingat demokrasi "one man one vote" ini hanya akan menguntungkan kelompok mayoritas dan memarjinalkan kelompok yang minoritas. Namun, Indonesia kini sedang berlomba-lomba mengusung sistem demokrasi "one man one vote" dalam kehidupan politik Indonesia. (baca: pemilu)

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang berati bahwa seluruh rakyat Indonesia seharusnya merasakan kesejahteraan, persamaan hak dan kewajiban baik di bidang sosial, ekonomi dan politik tanpa terkecuali. Namun, fakta yang ada adalah minoritas kelompok rakyat yang memegang tongkat kekuasaan, yang memiliki modal, memiliki superioritas terhadap kelompok mayoritas lain yang tertinggal, miskin, dibodohkan oleh sistem. Lantas, haruskah kita berdiam diri melihat ketidakadilan sosial yang ada di depan mata???

Pancasila akan terus sakti ketika kita, rakyat Indonesia, menjaga kesaktiannya, menyerapi makna yang terkandung di dalamnya, mengimplementasikannya dalam setiap sendi-sendi kehidupan kita, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mari kawan, rebut kembali dan jaga kesaktian Pancasila di bumi nusantara kita ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline